Teras Merdeka – Akibat perubahan iklim ekstrem, sejumlah wilayah di bumi harus mengalami adaptasi besar-besaran, termasuk di wilayah Asia Tenggara. Tidak hanya terkait cara hidup serta perputaran ekonomi, krisis iklim juga mengancam secara serius dalam sektor produksi pangan.
Laporan sebuah studi di Moskow mengatakan, produksi padi di negara produsen utama di Asia Tenggara akan turun hingga 10 persen pada 2028, jika negara di kawasan ini tidak melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim dengan serius pada sektor pertanian.
Peneliti Skolkovo Institute of Science and Technology di Moskow membandingkan laju produksi padi negara-negara Asia Tenggara dan kondisi perubahan iklim yang terjadi sejak 1966-2021. Penelitian ini dipublikasikan di laman ilmiah Nature, Juli 2024.
Jika dibandingkan dengan krisis iklim 2021, penelitian ini memperkirakan produksi padi dapat terus menurun rata-rata 10 persen di kawasan ASEAN termasuk Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand dan Filipina.
Sementara secara individual, Vietnam diprediksi mengalami penurunan paling parah sebesar 19 persen, Thailand 7 persen dan Filipina 5 persen.
Dalam lingkungan pertanian, variabel iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan. Dampak ini dapat langsung terlihat, seperti saat hujan es atau banjir merusak tanaman pangan.
Selain itu, panen juga bisa tertunda akibat lahan kehilangan nutrisi penting karena perubahan curah hujan atau kekeringan yang berkepanjangan.
“Dengan skenario negatif di mana tidak dilakukan langkah memanfaatkan lahan yang berpotensi subur (dari semua lahan pertanian yang tersedia) maka Vietnam, Filipina, Laos dan Indonesia diperkirakan akan kehilangan sejumlah besar lahan pertanian subur akibat perubahan iklim. Sementara Thailand, Myanmar dan Kamboja diperkirakan akan mengalami kerugian pertanian padi level sedang,” demikian kesimpulan studi tersebut.
Baca Juga: Gurun Sahara Menghijau di Saat Bumi Memanas, Kenapa?
Saran untuk memanfaatkan sisa lahan pertanian padi yang subur juga diarahkan pada Laos, Thailand, dan Malaysia. Bedanya di negara-negara ini, memanfaatkan lahan yang berpotensi subur, akan meningkatkan produksi padinya secara signifikan meskipun menghadapi krisis iklim.
“Penting dilakukan perubahan berbagai kebijakan pertanian. Perlu inisiatif investor sebagai modal yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan di daerah pertanian, sistem pengelolaan air, dan banyak lagi,” saran studi tersebut.
Harga beras ke tingkat tertinggi dalam sejarah tahun 2023 akibat parahnya dampak kekeringan di sejumlah negara penghasil beras utama dunia termasuk Cina, Vietnam, dan Thailand.
India yang merupakan eksportir beras terbesar dunia bahkan sempat menutup keran ekspornya untuk menjaga kestabilan pasokan domestik.
Menurut World Economic Forum, selain padi, harga bahan pangan lain yang sangat terdampak oleh perubahan iklim adalah kentang, kedelai, minyak zaitun, dan biji coklat.