Teras Merdeka – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia, Vladimir Putin. Penangkapan ini berkaitan dengan kasus penculikan anak-anak yang terjadi di Ukraina.
Melansir dari The Guardian pada Sabtu (18/3/2023), panel hakim setuju bahwa ada “alasan yang masuk akal” untuk mempercayai bahwa Putin dan komisaris hak anak-anaknya, Maria Alekseyevna Lvova-Belova, mengemban tanggung jawab atas “deportasi tidak sah” anak-anak Ukraina.
Surat perintah tersebut merupakan yang pertama dikeluarkan oleh ICC untuk kejahatan yang dilakukan dalam perang Ukraina.
Tak hanya itu, hal ini juga menjadi momen langka ketika pengadilan mengeluarkan surat perintah untuk kepala negara yang sedang menjabat. Di mana menempatkan Putin ‘setara’ pemimpin Libya Muammar Khadafi dan Presiden Sudan Omar al-Bashir.
Sebagaimana diketahui, Khadafi digulingkan dan dibunuh beberapa bulan setelah surat perintahnya diumumkan.
Bashir juga digulingkan dan saat ini berada di penjara di Sudan, meskipun belum dipindahkan ke Den Haag.
Sementara itu, Rusia tidak mengakui yurisdiksi pengadilan. Rusia juga bersikeras bahwa mereka tidak terpengaruh oleh surat perintah.
Akan tetapi, Putin akan menghadapi batasan kebebasan bepergian ke 123 negara anggota ICC. Sehingga semakin memperdalam keterasingannya.
Dalam memutuskan pengeluaran surat perintah penangkapan, majelis hakim prasidang ICC mempertimbangkan untuk merahasiakan surat perintah tersebut. Akan tetapi akhirnya memutuskan bahwa mengumumkannya dapat “berkontribusi pada pencegahan tindakan kejahatan lebih lanjut”.
Meskipun begitu, surat keputusan juga tidak menjelaskan berapa banyak anak yang diambil dari Ukraina oleh pasukan Rusia.
Bulan lalu, Lab Riset Kemanusiaan Yale menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa setidaknya 6.000 anak dari Ukraina telah dikirim ke kamp “pendidikan ulang” Rusia dalam setahun terakhir.
“Insiden yang diidentifikasi oleh kantor saya termasuk deportasi, setidaknya ratusan anak yang diambil dari panti asuhan,” kata jaksa ICC Karim Khan dalam sebuah pernyataan.
Khan juga menyebutkan, banyak anak telah disiapkan untuk diadopsi di Rusia. Bahkan, Putin telah mengeluarkan keputusan yang mempercepat pemberian kewarganegaraan Rusia pada anak-anak. Sehingga membuat mereka lebih mudah untuk diadopsi.
“Kantor saya menuduh tindakan ini, antara lain, menunjukkan niat untuk secara permanen mengeluarkan anak-anak ini dari negara mereka sendiri,” kata Khan.
“Kita harus memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas dugaan kejahatan, dan bahwa anak-anak dikembalikan ke keluarga dan komunitas mereka… Kita tidak dapat membiarkan anak-anak diperlakukan seolah-olah mereka adalah rampasan perang,” jelas Hakim ICC.
Di sisi lain, pihak Rusia memberikan tanggapan dengan tidak menghiraukan surat putusan penangkapan itu.
“Keputusan pengadilan pidana internasional tidak ada artinya bagi negara kami, termasuk dari sudut pandang hukum,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova di saluran Telegram-nya.
“Rusia bukan pihak dalam Undang-Undang Roma tentang pengadilan pidana internasional dan tidak memiliki kewajiban di bawahnya,” imbuhnya.
Keputusan Bersejarah
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperkirakan jumlah anak yang dideportasi jauh lebih dari 16.000.
Ia juga mengatakan, surat perintah itu mewakili “keputusan bersejarah yang akan mengarah pada pertanggungjawaban bersejarah.
“Tidak mungkin melakukan operasi kriminal semacam itu tanpa persetujuan orang yang memimpin negara teroris itu,” ungkap Zelensky.
Kepala staf Zelensky, Andriy Yermak menyatakan bahwa surat perintah itu hanyalah permulaan.
Wayne Jordash, seorang pengacara hak asasi manusia internasional yang berbasis di Kyiv dan mitra pengelola Kepatuhan Hak Global, menyetujui bahwa surat perintah untuk Putin dan Lvova-Belova kemungkinan besar akan menjadi yang pertama dari banyak surat perintah.
“Lebih banyak akan datang dalam beberapa bulan ke depan. Ini harus menjadi semacam tembakan peringatan di haluan,” jelas Jordash.
Di lain sisi, kepemimpinan Rusia telah terbuka tentang membawa anak-anak Ukraina ke Rusia dan menempatkan mereka di kamp atau menempatkan mereka untuk diadopsi oleh keluarga Rusia.
Pada 16 Februari lalu, Lvova-Belova muncul di televisi dan memberitahukan Putin tentang program tersebut. Ia juga mengatakan berterima kasih kepadanya karena dapat “mengadopsi” seorang bocah lelaki berusia 15 tahun dari Mariupol, kota Ukraina tenggara yang hancur dan diduduki oleh pasukan Rusia.
“Ada kasus yang jelas di sini melawan Putin,” kata Jordash.
“Jadi saya pikir bagus melihat jaksa fokus pada hak-hak anak. Saya pikir inilah yang gagal dilakukan oleh jaksa internasional selama 20 tahun terakhir. Jadi ini adalah fokus yang baik, karena ini adalah salah satu kejahatan terburuk yang dilakukan,” tegasnya.