Teras Merdeka — Kebiasaan mengonsumsi makanan untuk meredakan emosi ternyata dialami sekitar 50 persen masyarakat Indonesia. Para ahli menilai pola tersebut berkaitan erat dengan meningkatnya food waste di tingkat rumah tangga.
Sekretaris Jenderal Indonesian Gastronomy Community (IGC), Dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH menekankan bahwa perilaku makan masyarakat memiliki dampak besar yang sering tidak disadari.
“Pola makan kita adalah faktor besar yang sering diabaikan,” tutur Dr Ray pada Selasa (2/12/2025), dilansir dari detikhealth.
Data Health Collaborative Center (HCC) tahun 2024 memperlihatkan bahwa 5 dari 10 orang Indonesia mengalami emotional eating, yakni kecenderungan memilih makanan untuk mengatasi stres, kebosanan, hingga kelelahan.
Ray menjelaskan bahwa kebiasaan tersebut dapat melipatgandakan jumlah food waste. Banyak makanan akhirnya terbuang karena dipilih berdasarkan tren atau gengsi, bukan kebutuhan nutrisi.
“Ini bukan sekedar soal teknis dapur, tapi menyangkut transformasi pola makan masyarakat,” tegasnya.
Ray menilai perubahan perilaku makan perlu dimulai sejak masa kecil dan berakar dari lingkungan keluarga.
Hal ini diperkuat oleh Ketua Umum IGC, Ria Musiawan yang menilai edukasi pola makan dapat dipadukan dengan berbagai program pemerintah, termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, guru berperan besar karena terlibat langsung dalam distribusi makanan di sekolah.
Ria menambahkan bahwa nilai-nilai tradisional bisa kembali dimanfaatkan untuk mengajarkan anak menghargai makanan. Ia mencontohkan pesan lama yang masih diingat masyarakat hingga kini:
“Ayo makanannya dihabiskan, nanti Dewi Sri menangis.”
Dewi Sri sebagai dewi padi dalam tradisi Nusantara menggambarkan pentingnya makanan bagi kehidupan agraris.
“Nasihat itu melekat sampai sekarang, termasuk buat saya. Dan kami ingin guru-guru menyampaikan kembali pesan-pesan seperti ini agar anak sadar bahwa makanan itu harus dihabiskan,” tambahnya.
Saat ini, IGC menjalankan program edukasi pola makan di Jakarta, Bandung, Cirebon, Bogor, dan Yogyakarta dengan dukungan Badan Gizi Nasional (BGN). Selain budaya makan, materi ajar juga mencakup etika makan dasar, cara duduk, hingga teknik mengunyah.
“Harapannya, anak-anak sadar bahwa makanan itu sangat penting buat perkembangan kognitif mereka. Cara makan yang benar itu sama pentingnya dengan makanan itu sendiri,” tutup Ria.














