Teras Merdeka – Raksasa teknologi Google kembali mendapat laporan kasus yang menyeret kredibilitas dan kemampuannya dalam mengelola ‘informasi’. Terbaru, Komisi Perdagangan Jepang (JFTC) menuduh Google melanggar undang-undang antimonopoli di negara tersebut.
JFTC akan mengeluarkan perintah penghentian praktik yang dianggap melanggar, terutama terkait mesin pencari Google dan browser Chrome. Investigasi terhadap praktik Google ini telah dimulai sejak Oktober.
Melansir Nikkei Asia, Google dituduh mewajibkan produsen smartphone untuk menandatangani kontrak yang mengharuskan Chrome diunduh secara default di perangkat mereka dan ditempatkan pada lokasi tertentu di layar.
Jika tidak mematuhi ketentuan ini, produsen dikabarkan tidak dapat mengakses layanan Google Play untuk perangkat mereka.
Tuduhan serupa juga dialami Google di Amerika Serikat. Pada November lalu, hakim federal Amit Mehta menyatakan Google “adalah monopolis” dalam industri mesin pencari.
Departemen Kehakiman AS bahkan menyerukan Google untuk menjual Chrome guna membuka akses bagi pesaing dalam industri browser.
Baca Juga: Dampak Buruk Brain Rot, Istilah Baru Akibat Kecanduan Konten Receh
Bahkan Departemen Kehakiman AS bilang “akan menghentikan secara permanen kontrol Google atas titik akses pencarian penting ini dan memberikan kesempatan kepada search engine pesaing untuk mengakses browser yang bagi banyak pengguna merupakan gerbang menuju internet,” melansir Endagdet, Jumat (27/12/2024).
Di lain sisi, Pemerintah AS menilai, Chrome menjadi alat strategis yang digunakan Google untuk mempromosikan produknya.
Browser yang saat ini menjadi yang terpopuler di dunia dituding melanggar undang-undang antimonopoli dan menghambat pertumbuhan kompetitor.
DOJ menilai perubahan besar pada struktur bisnis Google menjadi opsi yang tepat. Selain memaksa menjual Chrome, Pemerintah AS juga ingin memulihkan Android dari layanan Google Play.