Teras Merdeka – Raksasa mesin pencari ‘Google’ baru-baru ini dituduh melanggar Undang-Undang Antimonopoli dengan taktik yang digunakan untuk mendominasi interenet dan iklan online. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pun mengambil tindakan untuk membawanya ke jalur hukum.
Pada pekan ini, Pemerintah AS akan menyelesaikan tahap pembuktian dalam persidangan dengan Google terkait kasus tersebut.
Dalam uji coba yang dimulai pada 12 September dan dijadwalkan berakhir pada pekan ini, Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) berusaha membuktikan bahwa Google adalah perusahaan yang menyalahgunakan kekuatannya untuk memperoleh keuntungan sendiri.
Untuk mengetahui secara jelas tentang kasus Google yang disebut terbesar sepanjang sejarah, terdapat lima poin penting yang berhasil dirangkum dari Reuters, Sabtu (18/11/2023).
Google Bayar Mahal
Saksi yang didatangkan dari raksasa telekomunikasi Verizon, produsen HP Samsung, dan Google mengaku bahwa perusahaan membayar US$ 26 miliar pada 2021 untuk memastikan bahwa mesin pencarinya menjadi layanan default (otomatis) pada HP dan broser.
Hal ini untuk menjaga pangsa pasar Google tetap dominan di industri. Dalam kesaksiannya, CEO Google Sundar Pichai mengaku penting untuk membuat layanannya terpatri secara default di HP, tablet, dan laptop.
“Kami tentu saja melihat nilainya,” terangnya.
Google Dimanfaatkan Perusahaan Lain
Sementara itu, Kevin Murphy, pakar yang bersaksi untuk Google sekaligus dosen di University of Chicago Booth School of Business, berpendapat bahwa Apple dan pihak lain mempermainkan Google dan Microsoft, yang memiliki mesin pencari Bing, untuk saling bersaing dalam industri ini.
Anggaran besar yang dikeluarkan Google untuk mempertahankan posisi mesin pencarinya memperlihatkan seberapa ketat persaingan antara Google dan Microsoft.
Dominasi Google Bikin Harga Iklan Mencekik
Chief Media Officer untuk UM Woldwide, Joshua Lowcock yang merupakan saksi untuk pemerintah AS menilai dominasi mesin pencari membuat raksasa tersebut turut menguasai pasar iklan digital.
Berkat monopoli tersebut, Google secara semena-mena menaikkan harga iklan online dalam 10 tahun terakhir.
Wakil Presiden dan Manajer Periklanan Google, Jerry Dischler mengakui bahwa perusahaan memperoleh lebih dari US$ 100 miliar pada 2020 lalu dari iklan di mesin pencari.
Google Bantah Langgar Hukum Antimonopoli
Google menilai pemerintah salah dengan mengatakan mereka melanggar hukum untuk mempertahankan pangsa pasarnya yang sangat besar. Menurut Google, mesin pencarinya diminati warga dunia karena kualitasnya.
Menurut Google, jika pengguna tak puas dengan mesin pencari default, mereka tetap punya opsi untuk beralih ke mesin pencari yang lain.
Senior VP of Services Apple, Eddie Cue, memuji mesin pencari Google dan menyebut telah melakukan pertemuan dengan Microsoft dan DuckDuckGo, yang menggunakan pencarian Bing, tetapi menganggapnya tidak memadai.
Google Menilai Mesin Pencari Default Tak Terlalu Berguna
Meski perusahaan telah membayar miliaran dolar AS, namun pengacara Google berargumen bahwa status mesin pencari default sebenarnya tak menjamin kesetiaan pengguna jika mereka tak puas.
Kepala pengacara Google, John Schmidtlein mengatakan, Microsoft pernah menjadi layanan default pada beberapa HP bundle Verizon pada 2008, BlackBerry, dan Nokia pada 2011. Akan tetapi pengguna Bing mayoritas tetap lari ke Google.
Google mengklaim pihaknya tak melakukan monopoli karena selalu berupaya meningkatkan kualitas layanannya dan melindungi privasi pengguna. Jika monopoli, Google tak akan peduli apakah penggunanya puas atau tidak.