Teras Merdeka – Di momen lebaran, tak hanya khas dengan ketupat dan nastar saja. Di Indonesia, masyarakat juga mengenal tradisi Nyekar dalam memperingati Hari Raya Idul Fitri.
Tradisi ini tidak ada dalam ajarah Al-Quran dan hadis, tetapi sangat sering dilakukan oleh umat Muslim di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa.
Diketahui, Nyekar merupakan istilah yang merujuk pada ziarah kubur yang dibarengi penaburan bunga di pusara makam.
Tradisi ini juga lekat dengan kebiasaan yang dilakukan oleh penganut kepercayaan Jawa Kuno dan Hindu. Mereka kerap melakukan persembahan kepada orang yang telah meninggal berupa sesaji. Di mana di dalamnya ada bunga atau disebut “Sekar” dalam Bahasa Jawa.
Akan tetapi, ketika Islam masuk ke Jawa, terjadilah akulturasi budaya antara Islam-Jawa-Hindu.
Masyarakat mencampurkan budaya tersebut ketika berziarah kubur yang dalam Islam menjadi momentum positif sebagai pengingat kematian.
Melansir NU Online, tradisi Nyekar merupakan momentum untuk saling bertegur-sapa antara mereka yang sudah meninggal dengan mereka yang masih hidup.
Dituliskan, ritual Nyekar merupakan hal yang sangat positif. Di samping sebagai wahana memperkuat tali salaturrahim “lintas-alam” juga menjadi sarana mempertebal keimanan akan kehidupan setelah dunia.
Selain itu, interpretasi terhadap makna tradisi Nyekar bukan hanya realitas dari praktik keagamaan atau kepercayaan, tetapi bisa lebih luas dari itu. Di mana tradisi Nyekar melibatkan ranah kebudayaan, sosial, dan bahkan ekonomi.
Kemudian, dalam riset berjudul “Kontestasi Pandangan Elite Agama di Gresik tentang Nyekar” (2016) juga menyebut bahwa tradisi Nyekar disebabkan karena masyarakat Jawa memiliki keyakinan bahwa mengirim pahala bacaan doa dalam bukan saja bertujuan agar arwah orang yang telah meninggal memperoleh tempat yang baik di surga, tetapi juga mendatangkan pahala bagi pengirim doa itu sendiri.
Bahkan, masyarakat juga berkeyakinan jika arwah orang suci tersebut dapat menjadi perantara yang baik untuk menyampaikan permohonan kepada Tuhan.
Di kalangan masyarakat Jawa, yang dimaksud dengan arwah orang suci ialah roh para tokoh yang terkenal mempunyai kedekatan dengan Tuhan. Yang mana dlaam masa hidupnya, dikenal mempunyai daya linuwih (sakti) yang dapat digunakan membantu dan menyelamatkan sesamanya. Misalnya tokoh yang dinilai karismatik atau guru-guru spiritual yang memiliki kemampuan di luar jangkauan nalar manusia biasa.
Karena berupaya menemui leluhurnya, tradisi ini juga dapat menumbuhkan-kembangkan pengetahuan tentang asal usul kita sekarang.
“Dengan begitu, diharapkan timbul rasa sayang, iba, dan harapan besar akan ampunan dari Tuhan untuk mereka yang telah ‘kembali’ tersebut. Dan di sinilah ketulusan dan keikhlasan terwujud,” terasng dlaam riset itu.
Tak hanya itu, tradisi Nyekar juga diharapkan dapat merefleksikan apa yang harus diperbuat seseorang untuk masa depan. Mereka yang telah berada di dalam kubur pasti telah meninggalkan banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Bisa berbentuk cita-cita perjuangan, atau bahkan hal-hal yang mungkin harus diperbaiki dalam kehidupan ke depan.