Teras Merdeka – Pembongkaran Pendopo Kepatihan Mangkunegaran di Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah, yang telah dilakukan dua tahun lalu, masih memunculkan polemik hinggi kini.
Hal ini lantaran proses pembongkaran bangunan yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya tersebut dinilai asal-asalan. Bahkan pemilik bangunan diduga tidak melakukan proses komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.
Dalem Tumenggungan Kepatihan Mangkunegaran tersebut dibongkar pada awal tahun 2023. Saat ini kondisi bangunan sudah rata dengan tanah dan masih terdapat sisa-sisa material.
Bangunan bersejarah itu ialah cikal bakal berkembangnya penyiaran radio amatir yang diinisiasi oleh Mangkunegara VII yang juga pemimpin Pura Mangkunegaran pada tahun 1933. Hal itu juga ditandai dengan hadirnya Solo Radio Vereening (SRV).
Beberapa pihak menyayangkan proses pembongkaran asal-asal terhadap situs cagar budaya tersebut. Salah satunya adalah Agus S Winarto, Bidang Hukum dan Investasi Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang.
Menurutnya, pembongkaran bangunan cagar budaya tidak bisa dilakukan serta merta tanpa ada pengawasan dan memperhatikan aspek-aspek tertentu. Dia bilang, pemilik seharusnya berkoordinasi dan melibatkan Tim Ahli Cagar Budaya dalam proses ini.
“Pembongkaran harusnya diawasi pihak berkompeten, dengan proses recording, documenting, terus penggambaran ulang. Setelah itu ada rapat-rapat khusus untuk membahas proses revitalisasi bekas keraton itu sendiri,” kata Agus Winarto.
Dia melanjutkan, proses pemugaran sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Dia menilai, jika prosesnya tidak mematuhi peraturan tersebut, justru yang terjadi adalah perusakan.
“Bangunan cagar budaya yang berhak untuk merevitalisasi dan menkonservasi itu pemilik terakhir. Dia sebagai pemilik tidak bisa serta mereta membongkar bangunan dan mengkonservasi tanpa diawasi, itu gak bisa, karena ada UU-nya,” kata dia.
Bahkan, menurut Agus yang juga pemerhati bangunan cagar budaya ini, pemilik yang membongkar dan hingga merusak struktur Pendopo Kepatihan Mangkunegaran itu dapat disanksi pidana.
Menurut Pasal 101 UU 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perusak bangunan cagar budaya bisa dikenai pidana penjara paling singkat 1 dan paling lama 15 tahun, atau denda paling sedikit Rp500.000.000 dan paling banyak Rp5.000.000.000.
“Membongkar bangunan cagar budaya tanpa berkoordinasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya Kota dan Provinsi, itu salah. Dan kalau bongkar asal-asalan pun gak bisa, bisa dilaporkan dan dipidana,” kata Agus yang juga pemilik bangunan cagar budaya di Kawasan Kota Lama Semarang.
Menurutnya, Pendopo Kepatihan Mangkunegaran ialah aset penting yang bernilai sejarah dan budaya yang patut dipertahankan. Dia menyayangkan sikap pemilik bangunan yang tidak bisa melakukan pengelolaan secara bijak.
Dia mendorong agar pemilik memiliki iktikad baik untuk melakukan konservasi bangunan cagar budaya tersebut. Dengan catatan, harus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah dan Tim Ahli Cagar Budaya.
“Harus mau berkoordinasi dan punya iktikad baik untuk mengembalikan bangunan cagar budaya tersebut. Apapun itu kan sejarah yang harus diuri-uri. Dan ingat ada ancaman hukumannya kalau tidak dikembalikan sesuai UU Cagar Budaya,” tegas Agus.