Teras Merdeka – Menjelang musim mudik lebaran 2025, pemerintah membuka peluang harga tiket pesawat turun lebih dari 10 persen.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi, Kamis (23/1/2025).
“Nanti kita hitung lagi, saya koordinasi dengan semua pihak,” kata Dudy selepas Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI di Jakarta Pusat, dikutip dari CNN Indonesi.
“Kita juga akan melakukan survei, di situ kemudian baru kita akan menyampaikan hasilnya (berapa persen penurunan harga tiket pesawat pada mudik lebaran 2025),” imbuhnya.
Dudy menekankan bahwa sumbangsih harga avtur terhadap tiket pesawat cukup tinggi. Ia mengamini besarannya bisa mencapai 35 persen dari total harga tiket.
Meski begitu, ia mengatakan pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) sukses menurunkan harga tiket pesawat pada masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024-2025. Tiket pesawat pada masa Nataru pun akhirnya bisa ditekan sebesar 10 persen.
“Kemarin kan dari Pertamina waktu Nataru sudah berpartisipasi juga menurunkan (harga avtur), penurunan sekitar 7 persen,” ungkit Dudy.
Sementara itu, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Wamildan Tsani Panjaitan ikut menjelaskan hitung-hitungan harga tiket pesawat.
Ia mengatakan, ada dua komponen utama yang membuat harganya sulit ditekan.
Baca Juga: Bentuk “Jateng Merah Putih”, Pemprov Beri Diskon Pajak Kendaraan Bermotor
Rincian komponen harga tiket paling banyak disedot biaya avtur sebesar 35 persen. Lalu, 30 persen lainnya berasal dari harga sewa pesawat senilai US$300 ribu per pesawat di setiap bulannya.
“Ada juga biaya terkait dengan pelayanan di airport, take off landing fee yang harus kami bayar, belum termasuk pajak. Jadi, semua transaksi yang kami lakukan terkait avtur, jasa pelayanan bandara, termasuk sewa ruangan kami di bandara terikat pajak juga,” jelas Wamildan, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (23/1/2025).
“Ada bea masuk sparepart yang masuk ke Indonesia, itu juga terkena pajak. Memang, kami sampaikan berat. Kami di full service airline ini cost to revenue itu sangat tipis, 94 persen. Karena kita harus memberikan pelayanan di pesawat berupa makan dan snack,” sambungnya.
Sedangkan cost to revenue di maskapai low cost carrier (LCC), seperti Citilink masih bisa ditekan sedikit ke 88 persen.