Teras Merdeka – Bank Dunia memperingatkan negara-negara berkembang yang dinilai akan mendapat tantangan berat pada 25 tahun mendatang. Hal ini dinilai karena beban utang dan perubahan iklim yang mempengaruhinya.
“Sebagian besar kekuatan yang pernah membantu kebangkitan mereka telah menghilang. Sebagai gantinya, muncul hambatan yang menakutkan: beban utang yang tinggi, pertumbuhan investasi dan produktivitas yang lemah, dan meningkatnya biaya perubahan iklim,” kata Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior untuk Ekonomi Pembangunan Grup Bank Dunia, dikutip Minggu (19/1/2025).
Ia melihat dalam beberapa tahun mendatang, negara-negara berkembang akan membutuhkan ‘buku pedoman baru’ yang menekankan reformasi domestik untuk mempercepat investasi swasta, memperdalam hubungan perdagangan, dan mempromosikan penggunaan modal, bakat, dan energi yang lebih efisien.
Meski demikian, Bank Dunia menegaskan negara-negara berkembang lebih penting bagi ekonomi global dibandingkan pada awal abad ini.
“Mereka menyumbang sekitar 45% dari PDB global, naik dari 25% pada tahun 2000. Saling ketergantungan mereka juga telah tumbuh: lebih dari 40% ekspor barang mereka ditujukan ke negara-negara berkembang lainnya, dua kali lipat dari porsi pada tahun 2000,” ungkap laporan Bank Dunia.
Negara-negara berkembang juga telah menjadi sumber penting aliran modal global, remitansi, dan bantuan pembangunan bagi negara-negara berkembang lainnya: antara tahun 2019 dan 2023, mereka menyumbang 40% dari remitansi global-naik dari 30% pada dekade pertama abad ini.
Baca Juga: Ketahuan Pura-pura Kerja Pakai Keyboard Palsu, Puluhan Karyawan Bank Dipecat
Akibatnya, Bank Dunia melihat ekonomi-ekonomi ini sekarang memiliki pengaruh yang lebih besar pada pertumbuhan dan hasil pembangunan di negara-negara berkembang lainnya.
Misalnya, peningkatan 1 poin persentase dalam pertumbuhan PDB dari tiga negara berkembang terbesar-Tiongkok, India, dan Brasil-cenderung menghasilkan peningkatan PDB kumulatif hampir 2% di negara-negara berkembang lainnya setelah tiga tahun.
Namun, efek tersebut hanya sekitar setengah dari efek pertumbuhan di tiga negara ekonomi terbesar: Amerika Serikat, kawasan euro, dan Jepang.
Singkatnya, kesejahteraan ekonomi negara berkembang masih sangat terkait dengan pertumbuhan di tiga negara maju besar.
Ayhan Kose, Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia dan Direktur Prospects Group, mengatakan, di dunia yang dibentuk oleh ketidakpastian kebijakan dan ketegangan perdagangan, negara berkembang akan membutuhkan kebijakan yang berani dan berjangkauan luas untuk memanfaatkan peluang yang belum dimanfaatkan untuk kerja sama lintas batas.
Awal yang baik adalah mengejar kemitraan perdagangan dan investasi strategis dengan pasar negara berkembang lainnya yang berkembang pesat. Memodernisasi infrastruktur transportasi dan menstandardisasi proses bea cukai merupakan langkah penting untuk memangkas biaya yang tidak perlu dan mendorong efisiensi perdagangan yang lebih besar.
“Akhirnya, kebijakan ekonomi makro yang baik di dalam negeri akan memperkuat kapasitas mereka untuk menavigasi ketidakpastian prospek global,” ungkapnya.