“Dengan mitigasi yang tepat, risiko dampak bencana bisa tertangani maksimal,” imbuhnya.
Kemudian di dalam Destana, terdapat tiga tingkatan kategori yakni Pratama, Madya dan Utama. Untuk mencapai kategori Utama, setiap desa harus mampu memenuhi 20 indikator persyaratan.
“Namun biasanya karena keterbatasan anggaran dan waktu, Destana yang terbentuk baru mampu mencapai kategori ‘Pratama’ dengan memenuhi beberapa indikator saja,” tuturnya.

Namun begitu, ia mengharapkan adanya follow up yang intens dari pembentukan Destana pada kategori tertentu. Hal ini berguna dalam meningkatkan kapasitas dan memastikan penanggulangan bencana dapat terus berjalan.
“Jadi ketangguhan itu tidak cukup dengan dua atau tiga hari penyusunan dokumen, tetapi harus diupayakan terus menerus. Baik dengan pemenuhan administrasi maupun peningkatan kualitas relawan dan masyarakatnya dalam menangani bencana,” paparnya.
Destana dalam SDGs Desa
Sutrisno menejelaskan, saat ini urusan penanggulangan bencana juga sudah masuk di Sustainable Development Goals (SDGs) tingkat desa. SDGs Desa merupakan role pembangunan berkelanjutan yang akan masuk dalam program prioritas penggunaan Dana Desa.
“Kalau kita membicarakan SDGs Desa nomor 13, penanggulangan bencana dan perubahan iklim sudah masuk di dalamnya. Artinya, Destana merupakan prioritas yang harus dianggarkan dari dana desa,” ucapnya.
Sayangnya, kata Sutrisno, saat ini masih banyak desa yang belum menyadari fungsi serta keterkaitan SDGs, penanggulangan bencana dan penggunaan dana desa.
“Masih banyak yang berjalan sendiri-sendiri. Destana ya Destana, dana desa ya dana desa. Padahal untuk pembangunan berkelanjutan, semuanya harus saling terkait, dananya juga perlu disiapkan,” terangnya.
Dengan adanya pembentukan Destana di Welahan ini, Sutrisno berharap desa-desa lain di Kabupaten Jepara dapat segera menyusul. Sehingga persoalan kebencanaan di Jepara dapat tertangani secara maksimal. [Adv-Teras Merdeka]