Teras Merdeka – Fasilitator pembentukan desa tangguh bencana dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kapala Indonesia, Sutrisno mengatakan bahwa pembentukan desa tangguh bencana (Destana) harus berbasis masyarakat. Hal itu diungkapkan dalam kegiatan Pembentukan Desa Tangguh Bencana Kabupaten Jepara Tahun 2024 di Welahan (22-24 Juli 2024).
“Berbasis itu bukan semua dilakukan oleh masyarakat, tetapi sebagian besar dilakukan oleh masyarakat. Nah yang sebagian kecil itu pihak lain seperti pemerintah, Ormas serta lembaga-lembaga non pemerintah,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Sutrisno mengingatkan bahwa kepentingan dalam penanggulangan bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) saja.
Selain itu, ketangguhan desa dalam menangani bencana tidak bisa terwujud secara instan dalam waktu singkat. Butuh upaya berkelanjutan dan regenerasi untuk mengoptimalkan fungsi desa tangguh bencana.
Menurutnya, selama ini terdapat kekeliruan dalam cara pandang masyarakat dalam menanggulangi bencana. Di mana menganggap bencana merupakan kejadian pada saat musibah terjadi, sehingga persoalan tidak terselesaikan sampai ke akar.
“Penanggulangan bencana berjalan tidak hanya pada aksi kedaruratan saja, tetapi juga harus dimaksimalkan dalam penanganan pada pra-bencana dan pasca-bencana,” ungkap Sutrisno kepada Teras Merdeka.
Adapun upaya penanggulangan bencana pada pra-bencana, Sutrisno menambahkan, bisa dilakukan dengan mengadakan pelatihan kebencanaan serta penguatan kapabilitas para relawan.
“Misal ketika terjadi banjir, biasanya aksi penyelamatan pada saat banjir menjadi aksi yang utama. Akan tetapi harapan kita kan tidak terjadi banjir,” paparnya.