Teras Merdeka – Menurut laporan pada 2021 dari perusahaan analisis Blockchain, Chainalysis, tindak pencucian uang dengan kripto diperkirakan mencapai US$8,6 miliar atau Rp 126,85 triliun (kurs Rp 14.750/US$). Jumlah tersebut terhitung naik 30 persen dari tahun sebelumnya, dan dimungkinkan nilainya akan terus bertambah.
Ada sejumlah orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pencucian uang tersebut. Pengadilan distrik Washington DC mendakwa Sim Hyon Sop atau Sim, perwakilan di North Korean Foreign Trade Bank (FTB). Ia diduga melakukan pencucian uang menggunakan aset virtual.
Sim juga diduga melakukan transfer dana tersebut ke dalam dolar AS dan menggunakannya untuk membeli barang bersama dengan sekelompok pedagang kripto over the counter.
Ada pula operator yang bekerja atas nama negara dan terlibat dalam aksi peretasan. Operator tersebut memang difokuskan pada kripto dalam beberapa tahun terakhir.
Kemudian, Departemen Keuangan AS mencatat jika operator menghasilkan US$1,7 miliar atau setara dengan Rp 25,1 triliun. Sementara peretas di Korea Utara berhasil mengantongi US$75 juta atau Rp 1,1 triliun dalam mata uang virtual melalui phising.
Sim didakwa berkonspirasi dengan sekelompok pekerja TI Korea Utara untuk meraup US$12 juta yang setara dengan Rp 117 miliar.
Para pekerja tersebut diduga menggunakan identitas palsu untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.
Melansir data dari CNBC, pencucian uang di kripto juga terjadi di China. Di mana jumlahnya mencapai Rp 25 triliun.
Pada akhir tahun lalu, kepolisian China menangkap 63 orang yang melakukan pencucian uang dengan kripto. Aksi pencucian uang dengan kripto oleh kelompok ini sejak Mei 2021.
Kelompok tersebut menggunakan berbagai macam skema dari piramida, penipuan, dan perjudian. Kemudian mengubahnya menjadi kripto atau stablecoin yang dipatok dengan dolar AS.
Sebelum kasus tersebut, kepolisian China sudah terlebih dahulu menangkap lebih dari 1.200 orang yang diduga melakukan pencucian uang melalui kripto.
Selanjutnya, Direktorat Hukum India juga sedang menyelidiki beberapa kasus kripto untuk skema pencucian uang dan telah menyita $115,5 juta atau Rp 1,7 triliun hingga saat ini.
Pengungkapan tersebut terjadi ketika India mendorong aturan untuk lebih meneliti aktivitas perusahaan kripto.
Sementara itu, badan pemberantasan kejahatan India juga telah menangkap lima orang dalam kejahatan yang didukung oleh kripto untuk transaksi kripto melebihi $338 juta atau Rp 4,99 triliun.
Kasus Pencucian Uang Melalui Kripto di Indonesa
Indonesia tak luput dari kasus tindak pencucian uang melalui kripto. Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun secara resmi ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (10/5/2023).
KPK menyebutkan, nilai pencucian uang yang diduga dilakukan Rafael Alun mencapai puluhan miliar rupiah. Bahkan, KPK kini juga masih mengusut kepemilikan perusahaan cangkang dan uang Bitcoin yang diduga dimiliki oleh Rafael.
“Nanti itu hanya sebagai perusahaan cangkang saja. Ada juga yang dibeliin tadi crypto currency atau Bitcoin dan lain-lainnya itu juga sedang kita telusuri,” kata Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu.
Apabila terbukti Rafael Alun melakukan pencucian uang dengan kripto, kata Asep, maka itu bukanlah orang pertama yang melakukannya.