Teras Jateng – Persoalan keberadaan thrifting atau penjualan baju bekas impor masih menjadi perbincangan. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah menyebut, keberadaan thrifting meresahkan pelaku industri tekstil di dalam negeri.
Ketua API Jawa Tengah Dewanto Kusuma Wibowo mengatakan, keresahan terkait thrifting ini diarasakan sudah cukup lama.
“Memang thrifting cukup mengganggu teman-teman yang ada di industri tekstil, terutama di kalangan UMKM,” ungkapnya, Jumat (17/3/2023).
Ia menyebutkan, UMKM paling terdampak dalam perkara ini. Terutama karena yang langsung bersinggungan dengan penjualan baju bekas.
Oleh sebab itu, pihaknya menyambut baik ketegasan pemerintah dalam menyikapi keberadaan penjualan baju bekas.
“Kami menyambut baik ketegasan Presiden kemudian beberapa menteri yang sudah menanggapinya. Termasuk dari pihak kepolisian yang akan bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memberantas itu,” ungkapnya.
Dengan ketegasan dari pemerintah, setidaknya pelaku industri tekstil juga bisa bernapas lega.
“Ada harapan ke depan yang bisa digarap. Secara market saat ini yang masih bisa digarap secara optimal adalah market lokal. Sebab market ekspor masih cukup sulit,” katanya.
“Sehingga jika pasar lokal dipenuhi dengan barang-barang impor tentu berdampak,” imbuhnya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor baju bekas meroket 607,6 persen per 2022. Sedangkan peningkatan impor bahan rayon melonjak sebesar 325 kali lipat.