Teras Jateng – Sejumlah lembaga dan kalangan ramai-ramai memprotes keputusan sanksi terhadap lima anggota Polda Jawa Tengah (Jateng) yang dimutasi ke luar Pulau Jawa, Selasa (14/3/2023).
Diketahui sebelumnya, kelima anggota Polda Jateng itu terlibat percaloan dan suap dalam proses seleksi Calon Bintara di lingkungan Polda Jawa Tengah tahun 2022.
Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santosa meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak tinggal diam. Pihaknya meminta agar dilakukan peninjauan kembali atas putusan Komisi Kode Etik Kepolisian yang memberi sanksi demosi para oknum pelaku.
Menurut Sugeng, lima oknum polisi itu harus dipecat dan diproses pidana sesuai dengan Pasal 83 Perpol Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik.
“IPW menyayangkan putusan oknum yang terlibat percaloan hanya diberi sanksi mutasi, demosi 2 tahun ke luar Pulau Jawa dan permintaan maaf pada institusi. IPW mendorong Kapolri harus melakukan peninjauan kembali atas putusan tersebut merujuk Pasal 83 Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik. Para pelaku harus dipecat dan diproses pidananya,” tegas Sugeng sebagaimana dilansir dari kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/3/2023).
Tak hanya itu, IPW juga menduga bahwa putusan sanksi ringan terhadap para oknum memiliki tujuan lain. Seperti mengamankan yang menangkap dan yang ditangkap.
Pasalnya, Sugeng menyebut, awalnya Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Propam Mabes Polri tersebut tidak terbuka dan tidak transparan. Bahkan, dugaan OTT percaloan seleksi bintara itu baru terbuka ke publik berkat rilis IPW.
“IPW menduga ada upaya pengamanan antara yang menangkap dengan yang ditangkap, agar kasus ini tidak terbuka. Karena kalau pelaku dipecat di-PTDH, khawatir mereka akan tidak puas dan membuka proses yang terjadi dalam penangkapan dan pemeriksaan,” terang Sugeng.
“Indikasi ini terlihat proses OTT di bulan Juni atau Juli 2022 didiamkan. Tidak diangkat dan baru terbongkar setelah IPW merilis pada awal Maret lalu,” Ia melanjutkan.
Senada dengan IPW, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman juga menyoroti kejanggalan kasus tersebut. Di mana justru dilakukan lokalisasi para pelaku percaloan seleksi bintara di Polda Jateng.
Ia juga mempertanyakan alasan Propam Polri yang melakukan OTT Pungli. Di mana justru melimpahkan kasusnya ke Propam Polda Jateng. Sedangkan para pelaku merupakan anggota Polda Jateng.
“Harus diproses pidana, tidak cukup hanya mutasi luar Jawa. Ini kan terjadinya di level Polda, mestinya tetap Propam Mabes yang menangani. Kalau ini dengan diserahkan Propam Polda dugaannya menjadi bisa dikanalisasi, menjadi tidak fair, bisa dikotakkan, dikecilkan, tidak dikembangkan,” ujarnya.
Penjatuhan Sanksi Dinilai Pantas Dikritik
Sementara itu, CNN juga memberitakan, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan jika pihaknya menilai sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku percaloan seleksi bintara merupakan hal wajar bila dikritisi publik.
Pasalnya, ia menerangkan, hal itu adalah sebuah praktik kejahatan suap yang dilakukan pelaku. Bahkan bisa juga dilihat sebagai sebuah pengkhianatan institusi Polri.
Poengky mengatakan hukuman ringan tidak akan menimbulkan efek jera. Termasuk berisiko menyuburkan tindakan itu kembali berlangsung.
“Seharusnya diproses pidana agar ada efek jera dan fairness. Hukuman ringan tidak akan menimbulkan efek jera dan malah menyuburkan tindakan serupa. Tindak pidana yang tidak diproses pidana dan hanya diproses etik justru menunjukkan adanya diskriminasi, yang tentu saja menguntungkan para pelaku,” jelasnya.
“Mereka yang coba-coba menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi dengan cara melakukan kejahatan suap adalah merupakan pengkhianat institusi Polri, sehingga layak dipecat dan diproses pidana,” lanjutnya.
Sebelumnya terkait praktik pungli seleksi bintara yang di-OTT Propam Polri, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi mewanti-wanti seluruh jajarannya untuk tidak lagi mencoba menarik pungutan liar. Apalagi dalam proses penerimaan calon siswa Bintara Polri.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Lutfi, buntut Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Propam Polri terhadap lima anggota Polda Jawa Tengah pada saat Juni dan Juli 2022.
“Kalau masih ada anggota Polri kita yang coba-coba ‘nembak di atas kuda’, tidak hanya kita hukum disiplin maupun kode etik, masukkan ke kandang ‘kuda’ itu,” ujarnya pada Selasa (7/3/2023).
Menembak di atas kuda merupakan istilah bagi polisi atau pihak di luar polisi yang mengklaim bisa meluluskan peserta penerimaan calon siswa Bintara Polri.
Luthfi memastikan seluruh proses rekrutmen anggota Polri tidak dipungut biaya apapun.
Oleh sebab itu, jenderal bintang dua itu mengaku heran dengan tingkah anggota yang mencoba meyakinkan masyarakat untuk membayar saat ingin masuk polisi.
Sebelumnya, tim Divisi Propam Polri melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait ‘jual beli’ penerimaan Bintara di lingkungan Polda Jawa Tengah.
Tim Propam Mabes Polri mengamankan lima orang personel Polda Jateng yang berkaitan sebagai Panitia Seleksi (Pansel).
Adapun lima anggota yang diamankan itu terdiri dari dua perwira menengah dengan pangkat Komisaris Polisi (Kompol), satu perwira pertama berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) dan dua pangkat Brigadir.
Setelah dilakukan menjalani sidang etik dan disiplin, kelima oknum polisi calo penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 di wilayah Polda Jateng lolos dari hukuman pemecatan alias pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Belakangan, disampaikan lima oknum itu disanksi dengan dimutasi ke luar Pulau Jawa.
“Seluruh anggota yang terlibat dipastikan mutasi ke Luar Jawa,” kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudussy di Semarang, Senin (13/3/2023).
Selain lima anggota Polda Jateng, Iqbal menyebut sidang etik juga dilakukan terhadap dua ASN Polri yang terlibat dalam kasus tersebut. Di antaranya yaitu kepada dokter pembina dan pengatur tingkat.
“Sanksi turun pangkat setingkat lebih rendah selama 12 bulan dan potong Tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 12 bulan,” pungkasnya.