Teras Merdeka – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengecam adanya perundungan terhadap murid yang tidak mengenakan hijab oleh guru serta sesama peserta didik.
Pengecaman ini menyusul peristiwa perundungan di salah satu SMA N Sragen, Surakarta Raya, Jawa Tengah.
Guru itu akhirnya meminta maaf usai diadukan ke polisi oleh keluarga murid. Pengaduan itu dilakukan karena sang anak mengalami tekanan psikis.
“KPAI mencatat bahwa ada kasus serupa di Gemolong, Sragen pada tahun 2020. Siswi tersebut akhirnya mutasi ke SMAN lain setelah mendapatkan pembullyan terus menerus. Terutama oleh kakak kelas,” kata Retno dalam siaran resmi, Senin (14/11/22).
Retno mengatakan, kasus yang terjadi menunjukkan bahwa literasi dan moderasi beragama di dunia pendidikan masih belum cukup baik.
Kondisi ini membuat peristiwa intoleransi masih ada sampai saat ini. Misalnya pelarangan maupun pemaksaan pemakaian jilbab yang merupakan simbol dan identitas agama terkait.
“Diperlukan pelatihan menginternalisasi dan penguatan kemampuan bagaimana mengembangkan literasi dan moderasi beragama. Baik di lingkungan pendidik maupun lingkungan sosial yang lebih luas,” terangnya.
Retno juga menyinggung bahwa saat ini, belum banyak pemimpin nasional maupun lokal yang hadir untuk menetapkan mana yang wajib dan mana yang tidak perlu dilarang dengan bijaksana dan adil.
“Kerap kali aturan seragam di sekolah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Daerah di wilayah tersebut,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, meskipun peraturan pemakaian seragam sudah cukup jelas, namun masih menimbulkan sejumlah ketimpangan.
Retno menyebut, tidak hanya muncul kasus pemaksaan, muncul juga kasus pelarangan pemakaian jilbab. Di Padang, bahkan ada kasus mewajibkan jilbab di sekolah kepada murid non muslim.
“Padahal melarang maupun mewajibkan peserta didik menggunakan jilbab merupakan pelanggaran hak-hak anak”, kata Retno.
Ia mengatakan, Kemendikbudristek harus menguatkan sosialisasi ke jajarannya. Baik para guru maupun para birokrat pendidikan. Khususnya terkait aturan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan yang tercantum di Permendikbud No. 82 tahun 2015.
Dalam siaran pers di Jakarta itu, Retno juga merekomendasikan KemendikbudRistek untuk bekerjasama dengan Dinas-Dinas Pendidikan Provinsi/ Kota/Kabupaten dalam membuat program pelatihan berkesinambungan kepada para pimpinan sekolah. Guna mengembangkan literasi dan moderasi beragama di lingkungan pendidik dan sosial.
“KemendikbudRistek juga perlu menggalakkan sosialisasi Permendikbud No. 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sehingga tidak ada lagi pemaksaaan maupun pelarangan penggunaan jilbab bagi peserta didik,” pungkasnya.