TERAS MERDEKA – Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Persentase penduduk lansia di Jateng terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, jumlahnya mencapai 12, 71 persen dari total penduduk yang ada. Setelah sebelumnya, di tahun 2020 berada di angka 12, 22 persen.
Penghitungan data per 25 Agustus 2022 itu juga menunjukkan bahwa 51,44 persen jumlah lansia tersebut masih aktif mencari nafkah.
Kemudian, 56,42 persen lansia juga masih berperan sebagai kepala rumah tangga. Data BPS ini turut mengindikasikan tingkat kesejahteraan lansia di Jateng.
Menanggapi data tersebut, Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko mengatakan, masih tingginya persentase lansia bekerja menunjukkan bahwa penduduk berusia lanjut itu tidak semata-mata menjadi beban. Tetapi juga masih mampu secara produktif membiayai kehidupan rumah tangganya.
“Ini juga menjadi indikator apakah para lansia di Provinsi Jawa Tengah cenderung sebagai aset atau justru sebagai beban pembangunan,” katanya, Sabtu (19/11/22).
Ia melanjutkan, kebutuhan ekonomi yang relatif besar pada lansia bisa disebabkan tidak/belum adanya jaminan sosial ekonomi yang memadai.
“Perlu dipikirkan berbagai upaya untuk menjangkau lansia yang tidak punya pensiun atau jaminan hari tua. Mengingat jumlah mereka lebih banyak dibanding lansia dari sektor formal,” ungkapnya.
Persoalan lansia ini, tambah Heri, tidak bisa jika hanya ditangani secara pragmatis ketika mereka sudah berada di usia tua saja. Melainkan perlu ada penanganan sejak dini, sehingga usia lanjut tidak menjadi beban ke depannya.
“Akan sangat bijaksana apabila generasi muda sekarang dan seterusnya dapat menyediakan sendiri tabungan untuk hari tuanya,” ungkapnya.
Kemudian, yang menjadi perhatian lagi ialah peranan lansia perempuan dan laki-laki yang cenderung sangat berbeda. Peranan lansia perempuan yang berada di sektor rumah tangga, sedang lansia laki-laki sebagai pencari nafkah, menambah jurang kesejahteraan di antara keduanya.
“Salah satu kuncinya di ranah pendidikan. Seandainya tidak ada perubahan tingkat pendidikan perempuan usia 35 tahun ke atas, maka kemungkinan besar generasi masa depan lansia perempuan akan tertinggal di belakang lansia laki-laki. Utamanya dalam hal kemampuan secara finansial,” jelasnya.
Sehingga, menurut Heri, sektor pendidikan bisa menjadi sarana untuk membentuk manusia terampil dan produktif. Di mana pada gilirannya, secara tidak langsung dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Dengan tingkat pendidikan yang memadai dapat memberikan benteng atau daya tahan lansia terhadap kesendirian mereka di hari tua,” pungkasnya. [Adv-Teras Merdeka]