Teras Merdeka – Hari Kesaksian Pancasila mulai diperingati sejak kepemerintahan Presiden Soeharto di masa Orde Baru. Hingga kini, setiap 1 Oktober Indonesia masih memperingatinya sebagai hari besar nasional.
Mengutip dari Tirto.id, peringatan Hari Kesaksian Pancasila ini tidak terlepas dari peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI. Kita mengenal peristiwa itu sebagai peristiwa penghilangan sejumlah perwira militer Angkatan Darat (AD).
Pada masa Orde Baru, Soeharto mewajibkan agenda seremoni pengibaran bendera untuk peristiwa G30S dan Hari Kesaktian Pancasila.
Pada 30 September, bendera yang dikibarkan hanya setengah tiang. Kemudian, pada 1 Oktober, petugas upacara akan mengerek bendera secara penuh.
Namun, penetapan Hari Kesaktian Pancasila beriringan dengan upaya menghilangkan pengaruh Sukarno atau desukarnoisasi. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan Orde Baru yang melarang peringatan Hari Lahir Pancasila sejak 1 Juni 1970.
Latar belakang Hari Kesaktian Pancasila
Sejarah Hari Kesaktian Pancasila tidak lepas dari peristiwa G30S yang membuat sejumlah perwira militer AD tewas. Beberapa prajurit TNI itu tewas pada malam nahas 30 September 1965 hingga dini hari tanggal 1 Oktober.
Berbekal keyakinan itu pula, pada 29 September 1966, Soeharto mengeluarkan surat keputusan dengan nomor surat Kep/B/134/1966, yang menetapkan adanya Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober.
Peringatan tersebut diwajibkan kepada seluruh angkatan bersenjata dengan melibatkan masyarakat. Regulasi terkait 1 Oktober Hari Kesaktian Pancasila yang dikeluarkan oleh Soeharto bertahan hingga reformasi.
Namun, sejak Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden menggantikan Gus Dur, peringatan tersebut sedikit menjadi perdebatan. Selama duduk di kursi presiden, Megawati tak pernah hadir dalam acara peringatan Hari Kebangkitan Nasional.
Klaim Orde Baru bahwa peringatan Hari Kesaktian Pancasila merupakan wujud penghormatan terhadap peristiwa G30S dipertahankan selama berpuluh-puluh tahun selama Soeharto menjabat.
Hari Kesaktian Pancasila Masa Orba
Menurut klaim Orde Baru, Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober merupakan upaya untuk mengingatkan masyarakat bahwa ideologi Pancasila yang tak bisa digantikan oleh paham apa pun.
Bendera setengah tiang yang dikibarkan pada 30 September dimaksudkan sebagai tanda duka karena peristiwa yang menewaskan beberapa perwira militer AD, di antaranya yaitu:
Letjen Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
Brigjen Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Pierre Tendean yang merupakan ajudan Jenderal A.H. Nasution
Keesokan harinya, pada 1 Oktober, bendera dinaikkan secara penuh. Hal itu diklaim oleh Orde Baru sebagai simbol kemenangan berkat “kesaktian Pancasila” yang mampu menangkal ancaman ideologi komunis melalui PKI.
Ritual semacam ini diwajibkan kepada seluruh elemen masyarakat setiap 30 September dan 1 Oktober.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Era Reformasi
Semasa Orde Baru, semua lapisan masyarakat diwajibkan pada 1 Oktober memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Namun, setelah Soeharto lengser dan Orde Baru runtuh saat Reformasi 1998, prosesi ini jarang diterapkan lagi, meski tidak hilang sama sekali.
Ketika Megawati menduduki kursi kekuasaan, ia tidak pernah hadir dalam acara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Terlebih, seiring dengan penetapan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila, Soeharto melarang peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni, yang notabene ditetapkan oleh Sukarno, bapak biologis Megawati.
Baca Juga: Mengenal Rayuan Musik Si Peniup Seruling dari Hamelin
Namun demikian, di era Susilo Bambang Yudhoyono, peringatan Hari Kesaktian Pancasila kembali “hidup”. Ia beberapa kali memimpin upacara Hari Kesaktian Pancasila di monumen Pancasila. Salah satunya di acara peringatan tahun 2014.
Tak lama kemudian, Pilpres 2014 menenangkan Joko Widodo sebagai presiden. Dua tahun setelahnya, didasarkan pada usulan Megawati, Jokowi mengembalikan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 tahun 2016.
Meski demikian, peringatan Hari Kesaktian Pancasila tidak hilang pada masa Jokowi. Ia pun masih ikut upacara pengibaran bendera setengah tiang setiap 1 Oktober.