Teras Merdeka – Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) saat ini banyak digencarkan di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Terlebih, permintaan sumber energi di tingkat masyarakat terus meningkat setiap harinya.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Nationally Determined Contribution (NDC).
Meskipun untuk mewujudkan hal tersebut membutuhkan dana yang tak sedikit. Melansir dari CNBC Indonesia (13/07/2023), ia mengatakan bahwa dalam proyek ini, setidaknya membutuhkan dana hingga Rp 4000 triliun. Khususnya untuk mengejar target pengurangan Emisi GRK hingga 2030.
Bahkan jumlah tersebut terhitung lebih besar jika dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahunan.
“Butuh Rp 4000 triliun, APBN kita 1 tahun Rp 3000 triliun. Jadi Rp 4000 triliun lebih besar dari 1 tahun APBN untuk biaya ini hingga 2030,” ungkapnya sebagaimana dikutip, dalam acara “11 Tahun Indonesia EBTKE Conex”, di ICE BSD, Rabu (12/7/2023).
Oleh karenanya, Sri Mulyani menuturkan jika tidak mungkin kebutuhan dana sebesar itu hanya berasal dari APBN saja. Melainkan juga diperlukan dukungan dari berbagai pihak, seperti sektor swasta.
“APBN mungkin hanya sekitar 10% tidak sampai 20% hanya 10%,” terangnya.
Akan tetapi, ia melanjutkan, APBN dapat memberikan leverage melalui berbagai insentif seperti insentif pembiayaan inovatif.
“Kemudian bagaimana cara menarik lebih banyak investor untuk masuk ke proyek-proyek energi hijau dan industri hijau,” lanjutnya.
Adapun, insentif yang diberikan pemerintah adalah instrumen tax holiday, tax allowance, fasilitas pembebasan PPN, bea masuk serta PBB.