Teras Merdeka – Balai Perhutanan Sosial Yogyakarta menggelar rapat sosialisasi dan mediasi konflik antara Perum Perhutani dengan masyarakat Kelompok Tani Hutan pemegang izin di wilayah Blora di Hotel Azana Garden Hill Resort (6/11/2025).
Pertemuan ini menekankan pentingnya kepatuhan semua pihak terhadap Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial SK.185/MENLHK/SETJEN/PSL.0/3/2023 dan SK. 192/MENLHK/PSKL/PSL.0/3/2023.
Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (PKPS), Syafda Roswandi menegaskan bahwa kedua SK tersebut merupakan produk hukum yang sah dan pelaksanaannya diatur secara khusus melalui mekanisme Diskresi Menteri.
“Areal hutan yang dimaksud dalam kedua SK tersebut berada pada areal PIAPS KHDPK PS, sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 149 Tahun 2025,” ujar dia.
Syafda mengimbau dan menegaskan agar Perum Perhutani menghormati proses hukum yang berlaku dan menahan diri dari segala aktivitas di kawasan yang telah ditetapkan, guna menghindari kesalahpahaman dan konflik.
Namun, friksi di lapangan masih terjadi. Setidaknya ada dua insiden penghadangan dan penghentian aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat terhadap Perhutani.
Pertama, pada 4 November 2025, penghadangan oleh masyarakat KTH “Tirto Tani Kajengan” di Petak 50, RPH Kalonan, BKPH Kalonan, KPH Blora.
Kedua, pada 5 November 2025, penghadangan dan penghentian aktivitas penanaman jati oleh Perhutani yang dilakukan pengurus dan petani KTH “Kalongan Indah Bersatu” di Petak 95B yang merupakan kawasan dalam SK.185/MENLHK/SETJEN/PSL.0/3/2023.
Menanggapi hal ini, seluruh pihak yang hadir menyepakati perlunya percepatan penerbitan Surat Keputusan Persetujuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (SK PPHKm) sebagai tindak lanjut.
“Ada kesepakatan untuk mempercepat penerbitan SK. PPHKm selambat-lambatnya pada akhir bulan November 2025 untuk areal hutan yang berada pada PIAPS Nomor 149 Tahun 2025,” demikian salah satu poin kesimpulan rapat.
Sementara itu, Ketua Presidium Serikat Petani Hutan Rakyat Nusantara (Sephur Nusantara) Jundy Wasonohadi menyarankan agar pengesahan Rencana Pengelolaan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (RPKHDPK) dilakukan secara cermat.
“Tidak perlu terburu-buru. Yang terpenting adalah memperhatikan masukan dari masyarakat agar RPKHDPK tidak menyisakan konflik tenurial di kemudian hari,” katanya.
Rapat ini juga menyoroti adanya desakan untuk mencabut atau mengevaluasi beberapa SK PPHKm yang dinilai tidak prosedural, seperti SK.982/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2023 untuk KTH “Wono Makmur dan SK.986/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2023 untuk KTH “Gilang Maju Mulyo”.
Dan desakan juga agar segera dilakukan langkah penertiban Lahan Tebu pada Kawasan Hutan Perhutanan Sosial yang tidak memenuhi prosedur serta aturan hukum yang berlaku.
Acara ini dihadiri antara lain Direktorat PKPS, Balai PS Yogyakarta, BPKH Wilayah XI Yogyakarta, Perum Perhutani Divre Jawa Tengah, ADM KPH Blora, ADM KPH Cepu, ADM KPH Randublatung, CDK Wilayah I Jawa Tengah, Dinas Pertanian Kabupaten Blora, Dinas PMD Kabupaten Blora, Camat Todanan dan Perwakilan Kelompok Tani Hutan Pemegang Ijin.
Pertemuan ini menjadi langkah penting untuk mencari solusi dan meredakan ketegangan, serta memastikan bahwa program perhutanan sosial dapat berjalan sesuai tujuannya, yaitu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekaligus menjaga kelestarian hutan.















