Teras Merdeka – Sebanyak 11.000 umat Buddha memadati jalur antara Candi Mendut dan Candi Borobudur dalam prosesi Pujayatra yang digelar pada Minggu (6/7/2025). Kirab suci ini merupakan bagian dari peringatan Hari Asadha 2025, yang dimaknai sebagai perjalanan spiritual menapaktilasi ajaran Sang Buddha Gautama.
Prosesi yang berlangsung sepanjang sekitar 3 kilometer itu tetap berjalan khidmat meskipun diguyur gerimis. Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara turut membawa bunga sedap malam sambil mengenakan pakaian serba putih, sebagai simbol ketulusan dan kesucian niat.
Prosesi dimulai pukul 13.00 WIB, dipimpin oleh empat kereta kencana simbol kebajikan ajaran Sangha Theravada, yakni Stambha Vijay, Dhammacakka, Tipitaka, Mahadhatu.
Kereta Mahadhatu membawa relik yang diyakini sebagai simbol dari jasa dan ajaran Guru Agung Buddha. Di belakangnya, ikut pula dua gunungan hasil bumi dan rangkaian bendera serta simbol keagamaan Buddha, yang kemudian diperebutkan oleh umat di Taman Lumbini, Komplek Candi Borobudur.
Makna Pujayatra: Perjalanan Menuju Ketenteraman Batin
Ketua Panitia Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) 2025, Tonny Coasan, mengatakan bahwa kirab ini adalah sarana perenungan mendalam terhadap Dhamma (ajaran), Sangha (komunitas suci), dan Buddha sendiri.
“Kirab Pujayatra ini memiliki makna perenungan ajaran Sang Buddha Gautama, Dhamma dan Sangha untuk mencapai ketenteraman batin setiap umat,” ujar Tonny.
Selain umat Buddha, prosesi ini juga melibatkan 2.000 peserta ITC 2025 dan sejumlah kelompok kesenian tradisional, yang ikut menyemarakkan jalannya kirab.
Sementara itu, Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama, Supriyadi, yang turut hadir, menekankan pentingnya penghayatan spiritual dalam prosesi pujayatra. Ia mengingatkan agar umat menjalaninya dengan keyakinan penuh, tanpa berbicara dan tanpa mengenakan penutup kepala.
“Kita berjalan merenungkan akan keagungan Buddha, dhamma dan sangha,” ucapnya.
Ia berharap, saat umat tiba di Borobudur, keyakinan mereka akan semakin menguat dan ajaran Buddha yang pertama disampaikan dapat kembali diingat serta diamalkan.
“Semoga kita semua siap melaksanakan dengan sebaik-baiknya,” harap Supriyadi.
Di sepanjang jalur kirab, masyarakat dan wisatawan tampak antusias menyaksikan iring-iringan suci tersebut. Banyak yang mengabadikan momen dan ikut larut dalam suasana hening penuh takzim yang menyertai perjalanan ribuan umat Buddha menuju Borobudur.
Dengan dilangsungkannya Pujayatra tahun ini, Borobudur kembali menjadi saksi ritual keagamaan berskala internasional. Dimana tidak hanya memperkuat spiritualitas umat, tetapi juga merekatkan nilai-nilai budaya, toleransi, dan harmoni antarumat.