Teras Merdeka – Cuaca ekstrem yang melanda wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tak menyurutkan semangat para petani tembakau. Justru di tengah tantangan curah hujan tinggi dan kelembaban yang tak menentu, produktivitas tembakau tahun ini diprediksi akan meningkat dibanding musim sebelumnya.
Kabid Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang, Widiarto Tri Saksono, menyebut luas tanaman tembakau hingga Mei 2025 telah mencapai 3.430 hektare, naik dari tahun 2024 yang hanya sekitar 3.250 hektare.
“Berarti ada kenaikan, tapi potensi naik masih ada karena ini yang tembakau sawah ada yang belum tanam,” kata Widiarto, ditemui di kantornya, Senin (30/6/2025).
Menurut Widiarto, peningkatan ini tak lepas dari kecerdasan petani dalam membaca musim berkat edukasi yang masif dari BMKG. Para petani sawah pun memilih menanam varietas tembakau Madura yang memiliki masa tanam pendek untuk mengejar panen.
“Ini belum semua, yang daerah sawah belum tanam,” tegasnya.
Terkait harga jual, Widiarto menjelaskan bahwa harga daun tembakau kering belum dapat dipastikan karena masa tanam masih berlangsung. Namun pihaknya telah memfasilitasi kerja sama petani dengan pabrikan rokok lokal di Kecamatan Ngluwar dan Salam untuk menyerap seluruh hasil panen.
Berbagai bantuan juga telah disalurkan kepada petani, mulai dari pupuk, benih, alat pengering (rigen), hingga oven pengering dari Pemprov Jawa Tengah.
“Oven itu untuk antisipasi jika ada musim penghujan petani tidak perlu repot lagi menjemur dengan ketergantungan matahari,” ungkap Widiarto.
Pada 2024 lalu, produktivitas tembakau rajangan di Magelang tercatat sebesar 7.015 kg/hektare. Harga jual daun tembakau kering kala itu berkisar antara Rp60.000 hingga Rp100.000 per kilogram, tergantung pada kualitas dan kelas daun.
Sebagai langkah antisipasi menghadapi iklim yang tak menentu, Dinas Pertanian dan Pangan juga mengimbau petani menerapkan pola tumpangsari dengan tanaman hortikultura lainnya.
Sementara itu, Tuminah, seorang petani tembakau asal Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, mengungkapkan bahwa cuaca ekstrem justru membuat harga panenan awal tembakau—hasil dari proses penjarangan—menjadi lebih menguntungkan.
“Dahulu Rp40.000, sekarang belum tahu tapi harusnya bisa lebih tinggi karena jarang yang tanam,” ujar Tuminah pekan ini.
Ia menanam varietas gombel yang berciri daun lebar. Meski curah hujan tinggi, Tuminah optimistis panennya tetap akan maksimal.
“Ini sekitar dua ribu tanaman alhamdulillah tanaman tetap segar tidak rusak kehujanan. Tembakau tetap aman akan dipanen dua bulan lagi,” jelasnya.