Teras Merdeka – Larangan Aparatur sipil negara (ASN) menjadi pelaksana dan tim kampanye tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (3), Senin (20/11/2023).
Pasa tersebut berbunyi “Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.”
Apabila terbukti melanggar, ASN akan terkena tindak pidana Pemilu dengan ancaman 1 tahun penjara dan denda Rp 12 juta. Hal itu tertera dalam Pasal 494 yang berbunyi:
“Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) Diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000”.
Selain ASN, hakim MK, komisaris BUMN/BUMD juga dilarang menjadi pelaksana maupun tim sukses kampanye paslon capres-cawapres tertentu.Aturan ini pun berlaku bagi ketua, wakil ketua, dan anggota BPK; gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur BI.
Kemudian pejabat negara yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural; anggota TNI/Polri; kepala desa; perangkat desa; hingga anggota badan permusyawaratan desa juga termasuk yang terdaftar dalam UU tersebut.
Sebelumnya, publik dihebohkan dengan video viral pengakuan seorang ASN di Boyolali, Jawa Tengah yang mengungkapkan ada arahan dari bupati untuk memenangkan calon dari parpol tertentu di Pemilu 2024.
Seorang diduga ASN itu juga menyebut, ASN Boyolali ditarik iuran untuk pemenangan. Jika tidak mau, maka akan dipindah yang jauh dari tempat tinggalnya.
Disebutkan pula, dalam rekrutmen PPPK dari Pemdes mendapat rekomendasi dari orang partai, sehingga harus setor ke partai.
Sementara itu, Bupati Boyolali Mohammad Said Hidayat telah membantah memerintahkan para ASN untuk memilih dan memenangkan salah satu calon presiden tertentu.