Teras Merdeka – Kabupaten Temanggung eksis sebagai ‘kampiun’ penghasil kopi terbesar dengan jumlah produksi mencapai lebih dari 50 persen dari total produksi kopi Jawa Tengah. Kopi di wilayah ini berhasil menjadi kultur masyarakat setempat di samping tembakau dan vanili.
Menurut data dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP) Kabupaten Temanggung pada Maret 2023, total luas tanaman kopi di wilayah ini mencapai sekitar 19 ribu hektare. Di mana 17 ribu hektare di antaranya merupakan tanaman kopi robusta dan 2 ribu hektare merupakan kopi arabika.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko mengatakan, sebagai komoditas perekonomian di Temanggung, produktivitas kopi tidak hanya menjadi sumber pendapatan para petani. Melainkan juga berperan sebagai sumber devisa dan penghasil bahan baku industri.
Selain itu, ia melanjutkan, juga bisa menjadi medium untuk menyediakan lapangan kerja melalui kegiatan pengolahan, pemasaran dan perdagangan.
“Produksi kopi di Indonesia ini 96,1% didominasi perkebunan kopi rakyat, salah satunya di Temanggung yang menjadi sentra penghasil kopi di Jawa Tengah. Kualitas kopi lereng Sindoro-Sumbing ini seharusnya tidak disia-siakan dengan produksi yang tidak maksimal,” katanya.
Heri menuturkan, Kopi Temanggung berhasil memegang dua sertifikat kopi bergengsi berbasis IG (Indikasi Geografis). Menurutnya, pengembangan agribisnis perlu mendapat dukungan dari pemerintah maupun pegiat kopi.
“Kopi Temanggung memiliki rasa khas karena tumbuh subur bersama komoditas lainnya seperti tembakau dan vanili. Ini bisa menjadi peluang pasar yang cukup besar apabila dukungan dari pemerintah serta pelaku pasar berjalan proporsional,” ujarnya.
Peningkatan Harga Pasar
Wapim DPRD Jateng dari Fraksi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa petani sebagai produsen tidak memiliki posisi tawar menawar yang kuat. Alhasil, mereka sulit untuk bisa menentukan harga sesuai dengan keinginannya dan harus menerima harga yang ditentukan oleh para pedagang.
“Edukasi terhadap pertanian kopi harus dilakukan semassif mungkin, terutama untuk menjembatani keterbatasan informasi pasar dan mempertahankan kualitas produk,” tuturnya.
“Selain itu, untuk mengembangkan pemasaran kopi, produsen kopi juga harus memiliki kapasitas dan kemampuan yang baik untuk memproduksi dan memproses produknya, agar diperoleh nilai tambah dan harga tinggi di pasar,” imbuhnya.
Dalah hal ini, Heri mengungkapkan perlunya terobosan teknologi dan kebijakan strategis untuk pengembangan kopi di Temanggung. Mulai dari pemberdayaan lahan perkebunan hingga memperkuat kemitraan usaha.
“Kualitas kopi yang unggul harus diimbangi dengan teknologi produksi yang unggul pula, sehingga itu bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan produksi dan menembus pasar ekspor,” ujarnya.
Ia pun menanggapi banyaknya usaha warung kopi maupun café bergaya modern yang berkembang di kalangan anak muda. Menurut Heri, hal tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai media untuk memperkenalkan kualitas kopi Temanggung.
“Upaya menembus pasar ekspor tentu menjadi target utama, tapi memperkenalkan keunikan kopi Temanggung sebagai cita rasa lokal, juga harus masuk dalam agenda strategis,” katanya.
“Ketika masyarakat berhasil menikmati dan mencintai rasa lokal, maka kita bisa menutup peluang masuknya barang dari luar. Dengan begini, permintaan terhadap produksi akan meningkat dan bisa menstabilkan antara kuantitas lahan produksi, kualitas produksi, serta harga yang seimbang untuk petani dan pelaku pasar,” pungkasnya. [Advetorial-TM]