Teras Merdeka – Salah satu perusahaan asal China sepakat untuk melakukan investasi pada proyek pabrik lithium di Morowali, Sulawesi Tengah. Kabar tersebut didapat usai kunjungan kerja Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Beijing, China, selama tiga hari sejak Senin (16/10/2023) hingga Rabu (18/10/2023).
Berita tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto.
Ia menyebut, kesepakatan investasi perusahaan China untuk pembangunan proyek pabrik lithium di Indonesia ini merupakan bagian dari 11 dokumen yang ditandatangani dalam acara Indonesia-China Business Forum (ICBF) di Beijing, Senin (16/10/2023).
Sebagaimana diketahui, Menko Marves Ad Interim Erick Thohir sempat menyebut, nilai kesepakatan dari 11 dokumen penting yang ditandatangani tersebut mencapai US$ 12,6 miliar atau Rp 197,8 triliun (kurs Rp 15.1700 per US$).
Selain sepakat berinvestasi di pabrik lithium, Seto mengatakan, perusahaan China juga akan berinvestasi pada proyek smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang menghasilkan komponen baterai kendaraan listrik.
Tak hanya itu, perusahaan China juga akan membangun pabrik panel surya dan anoda baterai di Indonesia.
“Ada proyek HPAL, 2 proyek lithium refinery, 1 solar panel, 1 proyek anoda baterai,” ungkapnya, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (18/10/2023).
Ia mengungkapkan, proyek pabrik lithium ini akan kembali dibangun di Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Seperti diketahui, saat ini di IMIP juga tengah dibangun pabrik lithium dengan kapasitas produksi 60 ribu ton lithium per tahun, yang terbagi menjadi dua jenis yakni Lithium Hidroksida sebesar 50.000 ton dan 10.000 ton Lithium Karbonat.
Lithium hidroksida sendiri bisa diproduksi dan digunakan untuk jenis baterai NMC (Nikel, Mangan, Kobalt). Sedangkan, lithium karbonat bisa digunakan untuk jenis baterai EV LFP (Lithium, Iron, Phosphate).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut sudah ada 21 investor yang menanamkan modal di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Hal ini disampaikan pada Forum Bisnis Indonesia – China di China World Hotel Beijing, China, Senin (16/10/2023).
Dalam pidatonya, Jokowi menyebut Indonesia tengah membangun IKN dengan konsep hijau dalam rimba. Dimana 60% wilayahnya merupakan hutan dan bakal menjadi kota netral karbon pertama di Indonesia.
Ia juga menjelaskan pembangunan infrastruktur dasar dan pusat pemerintahan diperkirakan tahun bisa diselesaikan.
Saat ini juga sudah ada 21 investor swasta dari dalam dan luar negeri yang sudah dan akan segera melakukan groundbreaking dengan total nilai US$ 2 miliar atau setara Rp 31,4 triliun (asumsi kurs Rp 15.703 per US$).
Kemudian, Indonesia juga tengah fokus melakukan hilirisasi industri terhadap berbagai komoditas seperti nikel, tembaga, timah, dan minerba lainnya. Indonesia juga tengah fokus membangun ekosistem kendaraan listrik terintegrasi untuk menjadi bagian penting dari rantai pasok dunia.
“Ini butuh alih teknologi tinggi serta investasi, apalagi jika dipadukan dengan penggunaan sumber energi hijau yang sangat melimpah di Indonesia untuk menghasilkan produk-produk hijau, untuk menciptakan ekosistem ekonomi hijau,” kata Jokowi dalam keterangan Resmi, Senin (16/10/2023), dikutip dari media yang sama.
Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan bahwa potensi energi baru terbarukan di Indonesia sangat besar hingga mencapai 3.600 GW. Ia memerinci beberapa di antaranya, yaitu 3.200 Giga Watt dari tenaga surya dan terdapat 4.400 sungai untuk energi hidro.
Pada akhir pidatonya, ia meyakinkan investor Indonesia merupakan pilihan tepat untuk berinvestasi. Dimana indikator ekonomi menunjukkan capaian yang positif, seperti pertumbuhan ekonomi konsisten di atas 5%, neraca dagang surplus 41 bulan berturut, PMI berada di level ekspansi selama 25 bulan berturut, hingga bonus demografi.
Selain itu insentif juga sudah dipersiapkan pemerintah hingga stabilitas politik yang terjaga.
“Ini adalah peluang investasi yang tidak hanya menguntungkan Indonesia tetapi juga RRT, karena bagi Indonesia kerja sama itu harus saling menguntungkan, harus sama-sama cuan,” lanjutnya.