Teras Merdeka – Menyambut hari buruh nasional yang jatuh setiap 1 Mei, kalangan buruh berencana menyeruduk Istana Kepresidenan Joko Widodo dan gedung Mahkamah Konstitusi.
Tak tanggung-tanggung, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengklaim, 100 ribu buruh akan ikut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Rencananya, para buruh akan menuntut sejumlah tuntutan. Salah satunya meminta keseriusan pemerintah dalam melaksanakan kedaulatan pangan.
Para buruh menilai, keberadaan bank tanah memudahkan korporasi merampas tanah rakyat. Selain itu, mereka juga menyoal kemudahan importir dalam melakukan impor beras, daging, garam, dan lain sebagainya ketika panen raya. Termasuk dihapuskannya sanksi pidana bagi importir yang mengimpor saat panen raya.
Kemudian, tuntutan lainnya ialah menolak RUU Kesehatan yang didasarkan pada dua hal. Pertama, menjamin kredibilitas para dokter dibandingkan pemerintah dan masalah pengaturan pengelolaan dana BPJS Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan.
“Harus dikontrol oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan council kedokteran, karena kalau dikontrol birokrat itu gudangnya korupsi. Kita tahu bahwa mental birokrat kita bagaimana. Makanya organisasi profesi tidak main-main dalam memberikan izin praktek, pemerintah tidak usah ikut campur, biar tenaga ahlinya,” kata Said Iqbal, dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (28/4/2023).
Selain itu, pihaknya juga menolak rencana pengelola dana BPJS Kesehatan yang akan diserahkan kepada Kemenkes melalui RUU Kesehatan tersebut. Dikarenakan, dana tersebut bukan murni APBN yang bisa dikelola oleh setingkat menteri. Akan tetapi ada dana iuran pekerja hingga pengusaha.
Oleh karenanya, ia menyatakan, BPJS Kesehatan semestinya kewenangannya ada di bawah langsung oleh presiden.
Sebab, ia melanjutkan, apabila ada kejadian-kejadian yang luar biasa yang bisa cukup menguras dana BPJS Kesehatan, ada jaminan dari APBN melalui keputusan Presiden atau lebih mudah untuk mencari sumber pendanaan lain.
“Ketika ada dana BPJS yang berkurang ketika ada keadaan darurat, itu bisa presiden mengeluarkan APBN atau sumber lain, tetapi kalau menteri kan tidak bisa,” imbuhnya.
Hal tersebut menjadi poin yang ditolak oleh kaum buruh terhadap RUU Kesehatan. Khawatir menteri sulit mengambil tindakan apabila terjadi hal-hal yang darurat pada dana BPJS Kesehatan.
“Makanya kita usulkan BPJS di bawah Presiden, karena anggaran BPJS ada 3 sumber, ada PBI melalui APBN, ada iuaran pengusaha dan iuran buruh, dan iuran mandiri, masa mau diambil oleh pemerintah untuk ditempatkan di bawah Menteri Kesehatan,” jelas Said Iqbal.
Hal lain yang dipermasalahkan ialah terkait jumlah Dewan Pengawas dari unsur buruh yang dikurangi, yakni dari dua menjadi satu. Padahal, buruh selama ini ikut mengiur BPJS.
Tak sampai di situ, isu lain yang akan disuarakan para buruh dalam May Day ialah mendesak agar RUU PPRT yang sudah 18 tahun belum juga disahkan segera disahkan.
Adapun RUU PPRT diperlukan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pekerja rumah tangga. Di mana mereka hingga saat ini tidak memiliki kepastian terkait jam kerja, upah, bahkan jaminan sosialnya.
“Mengapa RUU PPRT yang diharapkan untuk segera disahkan tak kunjung disahkan, padahal sudah 18 tahun. Tetapi giliran UU Cipta Kerja yang ditolak kaum buruh dengan cepat segera disahkan? DPR ini mewakili siapa sebenarnya?” tegasnya.