Teras Merdeka – Perayaan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia begitu identik dengan salah satu makanan wajibnya, yaitu ketupat. Di mana dalam penyajiannya, biasanya sering menjadi teman untuk makan opor ayam dan kuahnya.
Saking wajibnya ketupat ada di meja makan setiap momen lebaran, Ketupat seperti menjadi hal yang tak terpisahkan dengan momen Hari Raya Idul Fitri.
Namun ternyata, keberadaan ketupat ini tak serta merta ada, melainkan memiliki sejarah yang cukup panjang. Khususnya dengan sejarah masuknya agama Islam ke wilayah Nusantara.
Kala itu, Ketupat diperkenalkan oleh Raden Mas Sahid atau akrab disebut dengan Sunan Kalijaga.
Ketupat sendiri sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Akan tetapi, ketika menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga menggunakan strategi akulturasi tradisi Ketupat dengan Islam, sehingga mudah diterima masyarakat
Sunan Kalijaga memperkenalkan bakda lebaran dan bakda ketupat kepada masyarakat sekitar. Bakda ketupat tersebut dilaksanakan seminggu setelah umat Islam melaksanakan puasa sunah di bulan Syawal atau tepatnya ketika masuk H+7 Lebaran.
Di masanya, perayaan bakda ketupat disusul dengan bakda lebaran yang mirip dengan perayaan Idul Fitri. Akan tetapi orang-orang saat itu menyebutnya dengan lebaran kecil.
Filosofi Ketupat
Tak hanya memiliki sejarah dan menjadi tradisi di momen lebara, Ketupat juga mengandung makna filosofis bagi masyarakat.
Ketupat dalam bahasa Jawa, disebut dengan kupat atau ngaku lepat (mengakui kesalahan).
Dalam hal ini, makna “saling mengaku salah” ini yang diharmonisasikan dengan budaya lebaran yang menjadi momen untuk saling memaafkan serta mengakui kesalahan dengan tulus. Atau dalam Bahasa Islam-nya disebut dengan “kembali fitrah”.
Tak hanya itu, anyaman dari ketupat juga disimbolkan sebagai jalan hidup manusia yang taki luput dari permasalahan, layaknya anyaman ketupat yang mempunyai lika-liku tersendiri.
Kemudian, daun kelapa muda yang digunakan, juga dimaknakan seperti sifat manusia yang mudah dibentuk, lentur, dan kondisinya yang masih baik. Sehingga secara filosofis, sifat manusia tersebut bisa diarahkan, dididik, agar hidupnya bisa menjadi baik.
Dalam perjalanannya, Ketupat begitu lekat dengan tradisi lebaran umat Muslim di Indonesia yang masih bertahan hingga hari ini. Bagaimanapun Ketupat disimbolkan, salah satu makanan ini juga menjadi wujud toleransi masyarakat Nusantara karena sudah begitu membaur dengan kehidupan sehari-hari.