Teras Merdeka – Fakta yang mengejutkan datan dari China, negeri yang sering disebut dengan berpenduduk terbanyak. Diketahui, saat ini, China tengah menghadapi krisis populasi di sebagian besar wilayah mereka.
Keadaan ini dipicu oleh banyaknya wanita yang memilih untuk fokus pada karir dan tujuan pribadi mereka, dibandingkan harus memulai sebuah keluarga.
Semakin berkurangnya populasi ini bisa membuat masa depan China sebagai raksasa ekonomi dunia terancam. Sebagaimana diketahui, Tiongkok merupakan negara dengan perekonomian terbesar ke-dua di dunia setelah Amerika Serikat.
Sudah bergulat dengan populasi yang menua dan siap diambil alih oleh India sebagai negara terpadat di dunia, China terus berjuang untuk meningkatkan angka kelahirannya.
Saat ini, Pemerintah China juga telah menghapus kebijakan satu anak pada tahun 2016 dan menghapus batas kelahiran pada tahun 2021.
Meskipun begitu, Asisten Profesor di Departemen Sosiologi dan Antropologi di Universitas Nasional Singapura, Mu Zheng mengungkapkan bahwa masyarakat di Chinayang yang sudah menikah memiliki lebih sedikit anak atau memilih untuk tidak memiliki anak sama sekali.
“Covid terus memiliki banyak dampak negatif dan telah menyebabkan rasa ketidakpastian secara keseluruhan terhadap masa depan, maka ada rasa tidak berdaya yang melarang banyak wanita ingin punya anak,” ungkap Mu, dikutip dari CNBC International, Senin (10/4/2023).
Tak hanya itu, meningkatnya biaya hidup juga menjadi pemicu lebih banyak orang memiliki keinginan untuk memperluas keluarga mereka.
Biro Statistik Nasional China melaporkan, populasi turun menjadi 1,412 miliar tahun lalu dari 1,413 miliar pada 2021. Ini menunjukkan tingkat pertumbuhan alami negatif untuk pertama kalinya sejak 1960.
Prioritas Karir dan Kebebasan
Melansir CNBC, Seorang ekonom independen, Andy Xie, mengatakan, China memiliki populasi ibu yang lebih besar dalam angkatan kerja, jika dibandingkan dengan negara-negara di Barat.
“Ada keinginan untuk berkarier di China dan menjadi ibu rumah tangga bukanlah tujuan. Itu bahkan tidak muncul di radar kebanyakan wanita,” kata Xie.
Menurutnya, hal itu dikarenakan lebih banyak wanita memperoleh kualifikasi yang lebih tinggi dan naik pangkat di tempat kerja. Mereka berharap suami mereka berpenghasilan lebih dari mereka.
Pada tahun 2020, data Statista menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan menyumbang hampir 42 persen dari pendaftaran gelar doctor. Kemudian jumlah perempuan yang mendaftar untuk gelar master juga jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Xie mengungkapkan, di China, pria menghadapi beban yang luar biasa dikarenkan wanita akan menuntut keamanan finansial dari mereka. Bahkan, pada gilirannya, wanita juga tidak ingin menikah.
Jika dulu orang dikritik karena lajang, namun saat ini, tidak ada stigma sosial terhadap itu lagi.
Salah seorang desainer lepas berusia 31 tahun dari Shenzhen bernama Awen, mengatakan bahwa dirinya senang menjadi lajang.
“Menghemat uang dan fokus pada karir saya adalah prioritas saya sekarang. Saya sudah merasa sangat lelah setelah bekerja, saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan orang tua dengan anak-anak,” katanya, dilansir dari media yang sama.
Ia juga menyatakan bahwa sebagian besar suami di China sering tidak memainkan peran penting dalam pengasuhan anak. Sehingga sebagai gantinya, beban sepenuhnya berada pada ibu.
“Banyak wanita tidak mau menikah karena pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak akan menjadi tanggung jawab mereka,” kata Awen.
“Jadi, jika perempuan merasa perlu melakukan pekerjaan rumah, mencari uang, dan melakukan semuanya sendiri, mengapa tidak sendirian saja?” lanjutnya.
Dorongan Mencapai Keseimbangan untuk Wanita
Beberapa upaya akhirnya dilakukan untuk menyeimbangkan peran perempuan dalam keluarga/ Salah satunya yang dilakukan oleh Trip.com, salah satu perusahaan China yang dengan bangga mencoba mendorong lebih banyak wanita untuk memiliki anak.
Organisasi itu memiliki lebih dari setengah dari 30.000 karyawannya wanita. Sebuah biro perjalanan online yang datang dengan solusinya sendiri untuk mendorong wanita di perusahaan memiliki lebih banyak anak.
“Kami hanya memberi wanita tujuh hingga delapan tahun untuk membangun karier, keluarga, dan memiliki anak,” kata CEO Jane Sun.
Hal itu dilakukan karena banyak karyawan muda yang sudah berusia 28 tahun ketika mereka mendapatkan gelar PhD. Sedangkan kehamilan setelah usia 35 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi.
Bahkan, Trip.com menawarkan subsidi mulai dari US$15.000 hingga US$300.000 untuk membantu karyawan yang berkewarganegaraan China mengimbangi biaya pembekuan telur yang harganya terbilang fantastis.
Selain itu, karyawan yang hamil juga ditawari tumpangan taksi gratis ke dan dari tempat kerja, dan menerima tunjangan tunai saat anak mereka lahir dan mulai sekolah.
Namun, hal ini juga menjadi penuh tantangan karena menurut peraturan di di China, wanita yang ingin membekukan sel telurnya, harus terlebih dulu menikah.
Asisten Profesor dari NUH, Mu mengatakan, beberapa wanita di China menginginkan anak, tetapi mungkin belum siap menikah,
“Wanita sekarang lebih mandiri secara ekonomi. Jadi pernikahan bukanlah pilihan yang menarik bagi banyak dari mereka,” katanya.
Hal ini juga selaras dengan data dari CEIC, di mana 7,64 juta pasangan menikah pada 2021, dan turun dari 8,14 juta pada 2020.
Provinsi Sichuan di barat daya China mengumumkan pada awal tahun bahwa penduduk yang belum menikah dapat memperoleh manfaat yang sama dari pasangan menikah. Sebuah langkah yang diharapkan dapat meningkatkan angka kelahiran negeri Tirai Bambu tersebut.
Persoalan Rumah dan Harga Properti
Salah seorang ekonom juga membeberkan, ada penyebab yang membuat harga properti menjadi begitu tinggi di China. Di mana hal ini turut menghambat banyak pasangan yang ingin berumah tangga.
Sudah menjadi budaya, memiliki properti di China adalah “simbol yang sangat kuat”, dan orang sering kali ingin membeli rumah sebelum menikah.
Namun, biaya perumahan menjadi perhatian besar bagi siapa saja yang ingin menikah.
Oleh karenanya, ekonom di negara tersebut kerap mengusulkan bahwa harga perlu turun setidaknya 50 persen untuk membuat pernikahan menjadi lebih diminati.