Teras Merdeka – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengungkapkan apa saja yang dapat memicu potensi penularan flu burung. Penularan dapat terjadi mulai dari migrasi yang dilakukan unggas pada satu waktu tertentu, hingga feses yang menempel di suatu permukaan benda.
“Belum ada bukti bahwa penularan flu burung terjadi dari manusia ke manusia, belum ada. Jadi kalau melihat hal ini, sebetulnya ini kondisinya masih aman,” ungkap Ketua Satgas COVID-19 PB IDI, Kamis (9/3/2023).
Erlina mengatakan, sampai dengan hari ini, penularan flu burung masih terjadi karena adanya kontak manusia dengan unggas yang sakit atau mati. Khususnya yang terjangkit virus H5N1.
Meskipun, sempat ditemukan kasus penularan dari unggas ke manusia pada tahun 2005, dan berlangsung selama tiga tahun. Namun, kasusnya di Indonesia hanya mencapai 50 hingga 60 kejadian.
Erlina juga menegaskan, penularan antarmanusia belum ditemukan. Sehingga sangat penting untuk memperhatikan kesehatan unggas. Termasuk migrasinya.
Pada satu waktu tertentu, unggas bisa melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini memungkinkan unggas akan berhenti di satu titik untuk singgah. Sehingga bisa saja menularkan virus kepada unggas yang hidup di tempat tersebut.
Siklus tersebut kemudian membuat penularan semakin meluas di tempat lainnya.
Selain migrasi, flu burung juga bisa menular apabila unggas yang sakit tidak sengaja menempelkan fesesnya pada suatu permukaan benda atau telur tertentu.
“Biasanya virus itu ada di fesesnya atau di tubuhnya bagian yang ada sekret (tinja)-nya. Maka kita, terutama para peternak harus pakai masker dan sarung tangan (ketika kontak dengan unggas),” tuturnya.
Oleh sebab itu, ketika masyarakat ingin mengkonsumsi unggas, diharapkan bisa membersihkannya terlebih dahulu. Sehingga tidak ada bagian feses atau virus yang menempel.
“Jika ingin mengolahnya, pastikan daging unggas dipotong di tempat yang bersih dan menggunakan sarung tangan. Sementara bila ingin dimakan, harus dimasak dalam suhu sekitar 59 hingga 60 derajat Celcius agar virus di dalamnya mati,” jelasnya.
Sementara itu, bagi masyarakat yang merawat unggas baik berupa ayam maupun bebek di perkarangan rumah, Erlina menyarankan untuk rajin mencuci tangan ketika selesai bekerja.
Kemudian, ia juga meminta semua pihak untuk tidak panik atau membesar-besarkan masalah flu burung.
Menurutnya, potensi flu burung untuk menjadi pandemi masih kecil. Apalagi penularan tidak dilakukan melalui droplets seperti COVID-19.
“Dengan kasus yang ditemukan di Kalimantan saja, itu semua pihak sudah bergerak semua untuk mengatasinya. Jadi jangan terlalu di besar-besarkan. Ingat kita lagi fokus stunting, jangan sampai anak tidak makan ayam. Masih bisa dikonsumsi asal dimasak sampai matang,” pungkasnya.