Teras Jepara – Dewan Pengurus Kabupaten Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Jepara melakukan penolakan terhadap Peraturan Kementerian Ketenagakerjaa (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022. Dimana Permenaker tersebut memutuskan untuk menaikkan upah buruh dengan batas maksimal 10 persen.
Dalam penolakan itu, Apindo memberikan sejumlah poin pernyataan sikap. Pertama, Apindo menolak penetapan upah minimum kabupaten dengan mendasarkan Permenaker 18/2022.
Kedua, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara harus tetap menggunakan PP 36/2021 sebagai dasar penetapan upah minimum.
Ketiga, jika Pemkab Jepara bersikukuh dengan menentang PP 3 nomor 36 Tahun 2023., Apindo akan membawanya ke meja hijau.
“Apabila Bupati menetapkan upah minimum yang bertentangan dengan PP 36/2021 DPK APINDO akan Melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” ujar Ketua DPK Apindo Jepara, Syamsul Anwar, Kamis (1/12/22).
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara, Edy Sudjatmiko memaparkan, kesepakatan yang diraih bersama dewan pengupahan (pemerintah, Apindo, Serikat Buruh dan Pakar, memunculkan kenaikan sebesar 7,8 persen.
“Dari Apindo sudah malas untuk diajak berhitung dengan Permenaker 18 2022, dan sepakat dengan PP No 36 tahun 2021. Sehingga tidak antusias, dan cenderung diam,” papar Edy, Kamis (1/12).
Menurut perhitungan, apabila upah minimun kabupaten di Jepara ditetapkan dengan perhitungan 7,8 persen, maka upah di Jepara akan menjadi Rp. 2.272.626.63. Jumlah ini terhitung dari angka sebelumnya yakni Rp. 2.108.403,11.
Di sisi lain, Ketua Aliansi Serikat Buruh Jepara (ASBJ), Maksuri Gelung mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan audiensi bersama Pemkab maupun Apindo.

Keputusan 7,8 persen, menurutnya, Pemkab tidak berani mengambil langkah tegas untuk menaikkam sebesar 10 persen.
Meskipun hal tersebut lebih rendah daripada tuntutan awal yakni sebesar 13 persen.
“Sebelumnya kami menuntut 13 persen, dikebiri oleh Kemnaker jadi maksimal 10 persen. Sesampainya di kabupaten turun lagi jadi 7,8 persen. Bupati seolah tidak berani dengan tegas, mungkin karena capek,” ujar Maksuri di halaman Sekretariat Daerah.
Selepas rapat, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk melakukan audiensi kembali. Menurutnya, terdapat beragam aspek yang mesti dipertimbangkan.
“Jepara telah menjadi industri padat karya, tidak heran apabila UMK naik, toh pertumbuhan ekonomi melonjak tinggi. Tolong lebih diperhatikan, karena tunjangan transportasi yang katanya disediakan, belum jelas pengadaannya,” pungkasnya.