Teras Jepara – Pada umumnya, proses transfer pengetahuan dari guru kepada murid dilakukan secara lisan atau tertulis. Baru setelahnya, masuk dalam proses memahami. Namun, berbeda dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) Jepara.
Dengan mengoptimalkan kemampuan indra peraba, guru sekaligus seniman di sana berhasil menyetak siswa-siswi yang piawai dalam Seni Karawitan.
Guru SLB sekaligus seniman dari Jepara, Ahmad Pribadi memaparkan, terdapat perbedaan pendekatan antara sekolah umum dengan SLB.
Misalnya, karena adanya keterbatasan panca indra, banyak siswa yang dialihkan dengan metode pembelajran dalam bentuk lain.
“Selama ini saya mengajar orang pada umumnya, dan sekarang sedikit berbeda, sehingga pendekatannya pun turut berbeda,” paparnya yang juga akrab dipanggil Mbah Pri tersebut, Kamis (24/11).
Maestro seni kenamaan Jepara yang berkecimpung di dunia karawitan sejak tahun 1967 ini memaparkan, untuk mengajar para siswa yang memiliki keunikan fisik, perlu untuk memposisikan diri sama dengan yang diajar.
“Di tengah lamunan, mencuat pemikiran, jika saya menjadi mereka (siswa tuna netra) di pembelajaran musik, hal apa saja (pengetahuan) yang akan diperoleh, muncul dua tahapan,” lanjutnya.

Menurut penuturannya, tahap paling awal ialah mengenalkan para siswa pada alat musik yang digunakan.
“Hari pertama mengenali alat, mereka meraba satu-satu seperti gong, gamelan, pelok hingga salendro, ada rumusnya juga. Dengan menggunakan tangan kiri sebagai mata, dan kanan jadi penabuh, selama sehari latihan tentang lokasi yang ditabuh,” terangnya.
Kedua, kelancaran. Ahmad telah memformulakan komposisi dalam pelatihan karawitan terhadap siswa tuna netra. Mereka dibiasakan untuk menggunakan alat music tersebut sampai terlatih.
“Jam-jam awal memang sulit, karena dalam proses adapdtif. Setelah membiasakan diri dengan alat serta sesuai bersamaan ritme musik. Tidak lama, akan lancer dengan sendirinya,” jelasnya.