Teras Semarang – DPRD Kota Semarang mendukung upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dalam menegakkan Perda Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Penanganan Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT).
Di mana dalam Perda itu, Pemkot Semarang melarang PGOT mangkal maupun melakukan aktivitas di tempat umum, termasuk meminta-minta di jalan raya dan lampu merah.
Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Muhammad Afif mendukung kebijakan tersebut. Pasalnya keberadaan PGOT selama ini telah mengganggu ketertiban umum dan membuat orang memiliki kesan negatif terhadap kota Semarang.
“Tentu kami dari dewan sangat mendukung upaya Pemkot. PGOT di jalanan bisa mengganggu ketertiban umum dan mengganggu pandangan orang yang lewat, kesannya Semarang tdak bagus, tidak indah,” ujarnya saat diwawancarai lewat telepon belum lama ini.
Baca Juga: Mulai 3 Oktober, Beri Bantuan Uang Pengemis di Semarang Dikenai Denda Rp 1 Juta
Selain itu, Afif menilai bahwa kebijakan yang diberlakukan Pemkot mulai 3 Oktober 2022 ini dapat menjadikan kota Semarang semakin bersih dan nyaman. Sehingga juga dapat dinikmati para wisatawan luar kota.
“Dengan adanya PGOT kota jadi terkotori, malu kalau ada warga kota lain yang lihat. Kota besar yang maju harus indah dipandang, lampu merah tidak ada yang mengganggu, tidak ada yang meminta-minta,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Selain melarang PGOT meminta-minta di jalanan umum, Perda Nomor 5 Tahun 2014 juga melarang masyarakat memberi uang kepada PGOT. Mulai 3 Oktober pula, Satpol PP Semarang melakukan operasi dan penegakan.
Baik PGOT maupun warga yang melanggar aturan, masing-masing akan menerima konsekuensi. Pemberi mendapatkan sanksi berupa kurungan 3 bulan dan/ atau denda Rp 1 juta. Sementara penerima akan dibawa ke rehabilitasi sosial yang ada di Semarang.
Baca Juga: Pemkot Semarang Kembali Berlakukan Hari Bebas Asap Kendaraan Pribadi
Lebih lanjut, DPRD Kota Semarang juga mendorong Pemkot, dalam hal ini Dinas Sosial, untuk melakukan rehabilitasi, pembinaan, dan pemberdayaan terhadap PGOT yang terjaring razia Satpol PP.
Melarang PGOT beraktivitas di jalanan juga perlu disertai dengan penanganan yang tepat. Misalnya dengan memberikannya pelatihan kewirausahaan hingga PGOT memiliki keterampilan dan bisa bekerja secara mandiri.
Menurut Afif, pemberian fasilitas tersebut dapat meningkatkan taraf dan kesejahteraan hidup PGOT, khususnya yang merupakan warga asli kota Semarang.
“Kita tahu Pak Wali Kota punya visi misi untuk mensejahterakan rakyat dan meningkatkan taraf kehidupan mereka. Sehingga penanganan PGOT ini, dari dewan sangat mendukung,” ucap Afif.