Teras Merdeka – Sekitar 300 warga Rohingya mendarat minggu lalu di Indonesia, tepatnya di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Namun, dalam gelombang pendaratan terbaru yang membawa hampir 100 pengungsi ke Aceh, enam diantaranya meninggal dunia.
Akibat peristiwa itu, Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR), meminta pemerintah Indonesia untuk menjamin keselamatan para pengungsi Rohingnya.
Diketahui, selama ini UNHCR memberikan bantuan kepada Rohingya bersama dengan pemerintah Indonesia.
Mengutip Reuters, kepala masyarakat pengungsi Rohingnya, Miftach Tjut Adek mengatakan bahwa 96 pendatang, termasuk tujuh anak-anak, masih berada di pantai setempat di bagian timur Aceh di pulau Sumatra.
“Belum ada solusi, mereka masih di pantai,” kata Miftach, dikutip Kamis (31/10/2024).
Menurut data UNHCR, lebih dari 2.000 warga Rohingya tiba di Indonesia pada tahun 2023. Dimana jumlah ini meningkat dari total kedatangan gabungan dalam empat tahun sebelumnya.
Namun, kedatangan pengungsi Rohingnya ini turut berdampak terhadap stabilitas sosial di Indonesia, khususnya di wilayah Provinsi Aceh. Banyak masyarakat yang menolak keberadaan para pengungsi karena frustrasi dengan banyaknya kedatangan.
Termasuk, masyarakat menilai bahwa para pengungsi hanya membebani pemerintah lantaran tidak ada skema solusi yang paten untuk membantu masyarakat Rohingnya yang terdampar. Terlebih, kondisi kemiskinan di Indonesia juga masih menjadi persoalan yang belum tuntas.
Masyarakat menilai, bagaimana pemerintahnya bisa membantu masyarakat negara lain, sedangkan kondisi dalam negeri belum teratasi dan bahkan semakin parah?
Seperti yang diketahui, Masyrakat Muslim Rohingya meninggalkan Myanmar dengan perahu reyot menuju Thailand, Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, Malaysia, dan Bangladesh.
Warga Rohingya meninggalkan Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, di mana mereka dianggap sebagai pendatang asing dari Asia Selatan dan ditolak kewarganegaraannya serta menjadi sasaran penganiayaan.