Teras Merdeka – Peluang ekspor tanaman herbal yang diwacanakan masuk dalam narkotika golongan I, Kratom, menuai opini dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
Kepala BNN, Irjen Marthinus Hukom mengatakan peredaran tanaman herbal itu akan dilarang jika memang terbukti menyalahi aturan perundang-undangan.
“Ya saya lihat kepada Undang-Undang saja, kalau Undang-Undang melarang ya kita larang,” ungkap Marthinus, saat ditanya wartawan, usai pelantikannya di Istana Kepresidenan, Jumat (8/12/2023), dikutip dari cnbcindonesia.com, Selasa (26/12/2023).
Ia menjelaskan, pihaknya saat ini masih mempelajari tanaman herbal yang mengandung zat adiktif itu. Dimana kajian akan dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan dan stakeholder terkait lainnya.
“Ya saya harus pelajari dulu ya, karena saya bukan ahli kimia, bukan ahli tentang kesehatan. kita perlu koordinasi dengan Menteri Kesehatan, dan kebijakan pemerintah apa itu yang kita ikuti,” paparnya.
Ia juga menanggapi soal tanaman herbal kratom yang sudah diekspor ke beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat dengan nilai US$ 7,33 juta atau sekitar Rp 114,4 miliar. Marthinus mengatakan pihaknya belum mengharamkan tanaman ini, ia menekankan pihaknya masih menunggu hasil kajian lebih lanjut.
Dirinya mengatakan, jika banyak efek yang merugikan maka tentunya untuk apa dilakukan ekspor. Ia pun mengaku belum mengerti persis pengaruhnya tanaman ini terhadap tubuh manusia.
“Kalau memang lebih banyak manfaatnya itu pertimbangan hukumnya apa, pertimbangan etisnya apa. Tapi kalau lebih banyak mudaratnya atau daya rusaknya untuk apa kita lakukan? (ekspor),” tegasnya.
Klaim Pengusaha
Sementara itu, para pengusaha Kratom yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo), telah mendesak pemerintah untuk segera membuka lebar-lebar peluang ekspor kratom.
Apalagi, menurut Pekrindo, Kratom bisa menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petaninya karena modal yang dibutuhkan lebih sedikit.
Dijutip dari media yang sama, Ketua Pekrindo Yosef mengatakan, dengan modal menanam kratom senilai Rp15 juta per hektare (ha), hasilnya akan mendapatkan keuntungan hingga Rp25 juta. Ia merinci, dalam satu hektare lahan bisa ditanami sekitar 2.500 batang, dan diasumsikan satu pohon dapat menghasilkan rata-rata 2 kilogram (kg) daun kratom sekali panen.
“Kalau misalkan per pohon 2 kg, dalam jumlah 2.500 batang panen pertama 5 ribu kg (atau) 5 ton, dikali Rp5.000 per kg daun basah, itu satu bulan bisa meraup untung Rp25 juta,” kata Yosef dalam audiensi bersama Komisi IV DPR RI, Senin (4/12/2023).
Yosef pun membandingkan dengan modal bertanam kelapa sawit yang sebesar Rp60 juta per ha.
“Sawit itu kurang lebih (modalnya) Rp4,5 juta per bulan per 1 hektare dengan estimasi 2-3 ton per hektare, (harga sawit) kurang lebih Rp1.000, Rp1.300 sampai Rp1.500 per kg,” paparnya.
Di sisi lain, Dedi menegaskan, pihaknya tetap akan fokus melakukan penataan dengan mempertimbangkan pengendalian penggunaan juga perdagangan kratom.
“Kalau pak Menteri (Menteri Perdagangan) sih arahnya ingin mengendalikan saja, jadi betul-betul tertata. Mengendalikan tuh banyak tujuannya, selain untuk penggunaannya, tapi juga untuk menata jangan sampai kalau bebas yang terjadi seperti (tanaman umbi) porang, akhirnya harga jadi jatuh,” kata Didi.
Didi menjelaskan, apabila perdagangan dari Kratom tidak diatur, maka akan berdampak kepada jatuhnya nilai atau value dari kratom itu sendiri, sehingga perlu ada sedikit pengendalian agar harganya bisa tetap terjaga dengan baik.
“Karena orang kalau kebuka semua berlomba akan pindah kesana, dan harga biasanya jatuh kalau terlalu banyak produksinya,” pungkasnya.