Teras Merdeka – Sidang Mahkamah Konstitusi terkait pengubahan sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih berlangsung. Ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sukmajati mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup atau coblos partai bisa diterapkan di Pemilu 2024.
Ia menjelaskan, perubahan dari sistem proporsional terbuka (coblos caleg) bisa diubah dan tidak akan mengganggu tahapan Pemilu 2024.
Dalam siding tersebut, Hakim MK Saldi Isra menanyakan potensi dampak yang terjadi, jika pola pemungutan suara diubah dari proporsional terbuka jadi tertutup
“Jadwal pemilu sudah dekat, sebentar lagi parpol harus mengajukan calon. Nah, menurut ahli, kalau akan diubah, tepat sekarang atau menunggu pemilu 2029?” tanya Saldi dalam sidang yang disiarkan channel Youtube MK, Rabu (12/4/2023).
Mada Sukmajati, yang dihadirkan sebagai ahli menjawab pertanyaan tersebut dan menganggap perubahan dari sistem proporsional terbuka jadi tertutup bisa diterapkan di Pemilu 2024.
Menurutnya, perubahan tersebut tidak akan berdampak besar pada tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sedang berjalan.
“Bisa dilakukan untuk pemilu 2024, mengapa? Karena MK belum lama ini juga mengubah soal sistem dapil. Tapi tidak ada alasan untuk tidak diputuskan. Dampaknya juga tidak besar. Justru bisa mendorong perbaikan yang lebih signifikan,” terang Mada.
Selain itu, ia juga menhatqakan bahwa pola pemungutan suara dengan proporsional tertutup bisa menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia. Pasalnya, fokus pemilih kepada partai politik, bukan caleg.
Menurut pemaparannya, dengan menggunakan pola pemungutan suara coblos caleg yang selama ini diterapkan pun jadi tenggelam oleh pilpres. Pasalnya, pemilihan anggota legislatif dan capres-cawapres digelar secara serentak.
Implikasi dari pemilu serentak yang dilaksanakan sejak 2019 membuat fokus pemilih jadi terfokus ke capres-cawapres. Oleh sebab itu, ia menganggap sistem proporsional tertutup atau coblos partai minim risiko jika diterapkan di Pemilu 2024.
Adapun sidang lanjutan di MK terkait dengan gugatan uji materi terhadap Pasal dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka atau coblos caleg yang selama ini diterapkan.
Para penggugat merasa pasal yang mengatur itu perlu diuji kembali. Lantaran mereka ingin pola pemungutan suara memakai sistem proporsional tertutup atau mencoblos logo partai politik.