Teras Merdeka – Persoalan perekrutan tenaga honorer yang kerap dilakukan instansi dan para pejabat kembali mengemuka. Kini, giliran sejumlah anggota DPR RI Komisi II yang meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas untuk sungguh-sungguh menyelesaikan masalah tersebut.
Bukan tanpa alasan, permintaan itu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang melarang aktivitas itu. Akan tetapi, dalam praktiknya, masih saja terjadi sampai hingga hari ini.
Salah satu anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menyoroti maraknya pengangkatan honorer yang dilakukan setelah tahun 2018.
Padahal menurutnya, dalam aturan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sudah jelas bahwa adanya larangan untuk mengangkat pegawai Non-PNS dan/atau Non-PPPK (tenaga honorer) untuk mengisi jabatan ASN.
“Artinya dilarang mengangkat para non ASN, di satu sisi di PP ini juga mengatakan bahwa yang 2018 itu dinyatakan bahwa pegawai non ASN masih dapat bekerja sampai dengan 2023 artinya adalah non ASN yang diangkat sebelum tahun 2018,” ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (10/4/2023)
“Logika berpikirnya adalah Pasal 96 itu menyatakan di atas 2018, tidak ada satupun institusi ataupun pejabat yang melakukan pengangkatan non ASN dan kita selalu berbicara tentang hal ini berapa sebetulnya jumlah non ASN itu. Validitasnya sampai detik ini juga saya katakan belum pas, walaupun Bapak mengatakan 2,3 juta lebih,” Ia melanjutkan.
Ia juga menyayangkan kurangnya koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah terkait persoalan tenaga honorer ini.
Terutama terlihat dari minimnya tindak lanjut surat edaran MenPANRB mengenai penyelesaian tenaga honorer ini.
“Ada surat edaran yang bapak sampaikan kepada seluruh institusi baik pemerintah pusat ataupun daerah ada yang tidak menjawab saya kesal ketika itu. Mau dibawa kemana negara kita, masa MenPANRB yang ditugaskan presiden menangani persoalan tentang ASN dan struktur pemerintahan masih saja ada pihak pemerintah pusat dan daerah yang mengabaikan,” katanya.
Tak hanya itu, anggota Komisi II lainnya, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda juga turut meminta MenPANRB untuk membereskan perekrutan tenaga honorer yang masif terjadi di daerah.
Ia mengutarakan bahwa masalah yang menahun akibat tidak jelasnya dasar hukum dalam perekrutan pegawai. Oleh karena itu, ia menyarankan agar aturan hukum tersebut tersentral di KemenPANRB dan BKN.
“Saya meminta agar intervensi digital yang sudah dilakukan oleh Mas Anas selama menjabat sebagai MenPANRB juga bisa dilakukan. Bukan hanya untuk mendata berapa jumlah tenaga honorer di seluruh Indonesia, tapi untuk memastikan dasar hukum keberadaan para honorer itu tersentral di KemenPANRB dan BKN,” paparnya.
“Jangan sampai day to day setiap hari terlalu mudah para pejabat di republik ini yang sebetulnya tidak memiliki alas yuridis untuk menjadikan seseorang honorer itu mengangkat honorer. Yang ini akan menjadi beban terus menerus siapapun menterinya dan siapapun yanh duduk di Komisi II DPR RI ini dari periode ke periode,” imbuhnya.
Lebih lanjut, anggota Komisi II Endro Suswantoro Yahman juga menyoroti seputar mafia CPNS.
Ia menegaskan agar MenPANRB lebih lantang dalam menghukum mafia tersebut. Sehingga tidak sia-sia kebijakan yang selama ini dilakukan mengenai peningkatan kualitas perekrutan CPNS di Indonesia.
“Saya temukan di daerah, yang menjadi salah satu pemain mafia CPNS juga didiamkan, kebanyakan dari BKD. Ada yang didiamkan dalam posisi biasa, tetap jabatannya, ada yang memang kena sanksi. Anehnya, dia menjalani hukuman tapi tidak ada keputusan dia dihukum, balik lagi dia,” tuturnya.
“Saya nggak tahu ini kita bicara aksi ke depan rekrutmen dan sebagainya tapi akar masalahnya dari tahun ke tahun begitu ada seleksi ada mafia dan sebagainya tidak pernah selesai. Kasihan masyarakat yg nggak punya duit, berprestasi, pintar, jadi CPNS kena mafia, saya minta ini tanggung jawab yang ada diselesaikan,” pungkasnya.