Teras Merdeka – Masyarakat Desa Kawak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Jepara melangsungkan upacara sedekah bumi pada Selasa (25/6/2024) malam. Uniknya, sedekah bumi yang biasanya dilakuan dengan mengarak hasil pertanian, justru dilakukan dengan mengadakan pertandingan sepak bola api dan perang api.
Ribuan warga desa setempat maupun sekitarnya turut memeriahkan acara pertandingan. Selain itu, juga dimeriahkan pameran produk UMKM serta produk unggulan desa setempat.
Gelaran sepak bola api dan perang api ini merupakan bagian dari rangkaian acara manganan (makan bersama) yang dilangsungkan di makam Mbah Kawak (makam sesepuh desa).
Dalam permainan ini, terdapat 10 pemain dari kedua tim yang bertanding. Arena yang menjadi tempat berlangsungnya sepak bola api ini yakni di Embung Desa Kawak.
Adapun para pemain, mengikat kepalanya dengan kain bewarna sesuai tim-nya. Pemain merupakan para pemuda desa tersebut dan hanya mengenakan celana hitam pendek tanpa mengenakan baju.
Sebelum permainan sepakbola api dimulai, pemangku adat di desa tersebut terlebih dahulu melalukan doa ritual. Para pemain diolesi dengan minyak kelapa yang dicampur dengan sabun. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan panas saat menendang bola api yang terbuat dari kelapa.
Petinggi Desa Kawak, Eko Heri Purwanto mengatakan, Festival Bola Api ini untuk nguri-nguri budaya dan tradisi para leluhur. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari prosesi sedekah bumi desa yang dilaksanakan setelah panen raya.
”Tradisi sepakbola ini bertujuan untuk memerangi hawa nafsu, emosi, kemarahan, serta rasa benci antar sesama yang disimbolkan dengan api, untuk mencapai kejayaan dan kemakmuran” kata Eko Heri
Dengan berkobarnya bara api, dimaksudkan pula untuk saling menjaga kebersamaan seluruh warga Desa Kawak.
Eko Heri menilai kearifan lokal yang ada di Desa Kawak harus terus dikembangkan yakni dengan cara menyelengarakan acara tersebut secara rutin.
“Agar masyarakat umum tahu akan festival ini dan bisa meningkatkan potensi yang ada di desa kawak,” terangnya.
Sementara itu, salah seorang pemuda yang ikut serta dalam upacara tersebut, Hapsi (17 tahun) mengatakan bahwa ia senang bisa menjadi bagian dari tradisi turun temurun tersebut.
“Ke depan saya akan ikut lagi, dikarenakan pertandingan ini menantang dan seru,” ucapnya.